TEMPO.CO, Jakarta - Sidang ketiga Mahkamah Konstitusi atau sidang MK terkait perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden ditutup pada Kamis, 20 Juni 2019, saat azan Subuh berkumandang, pukul 04.50 WIB. Sidang tersebut dimulai pada Rabu, 19 Juni 2019, pukul 09.00 WIB.
Baca: Saksi Prabowo Singgung Moeldoko Sebut Curang Bagian Demokrasi
Ketua Majelis Hakim MK, Anwar Usman mengatakan, sidang akan dilanjutkan hari ini pukul 13.00 WIB dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli yang dihadirkan pihak termohon. "Dengan demikian sidang ditutup dan selamat beristirahat," kata Anwar Usman sambil mengetuk palu selama tiga kali dalam sidang di Gedung MK Jakarta, Kamis, 20 Juni 2019.
Sidang ditutup setelah pemeriksaan 13 saksi dan dua ahli yang diajukan Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Tempo merangkum 13 keterangan saksi kubu Prabowo. Berikut poin-poinnya;
1. Keterangan Saksi Agus Maksum
Saksi pertama yang dihadirkan tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno adalah Agus Muhammad Maksum. Dia membeberkan ihwal adanya dugaan daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah di Pemilihan Umum 2019. Tim IT Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga ini mengatakan ada 17,5 juta DPT bermasalah, yakni nama-nama dalam daftar itu memiliki tanggal lahir sama pada 1 Januari, 31 Juli, dan 31 Desember.
Namun Agus Maksum mengakui bahwa dirinya tak bisa memastikan apakah nama-nama dalam DPT yang disebutnya bermasalah itu datang ke tempat pemungutan suara (TPS) pada hari pencoblosan 17 April 2019.
Agus juga menjelaskan tentang adanya daftar pemilih dengan Kartu Tanda Penduduk invalid atau palsu. Alasannya, Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam daftar itu diawali dengan angka 10, yang menurut dia tak berlaku di Indonesia. Namun Agus juga mengakui dirinya tak melakukan pengecekan langsung di lapangan. Dalam pemaparannya sebelum masuk sesi tanya jawab, dia meyakini tak ada orang yang memiliki KTP dengan nomor NIK seperti itu di dunia nyata.
Ketika Hakim MK Saldi Isra menanyakan apakah masalah DPT yang dipaparkan Maksum berkorelasi langsung dengan penggunaan hak pilih. Maksum mengatakan dia tak bisa menjawab. Sebab, Maksum mengaku tak melakukan rekapitulasi terkait hal tersebut. “Saya tidak bisa jawab,” kata Maksum dalam sidang MK, kemarin.
2. Keterangan Saksi Idham
Saksi fakta kedua dari Tim Kuasa Hukum Prabowo - Sandi, Idham Amiruddin, menjelaskan bahwa dirinya menemukan 2,155.905 daftar pemilih ganda, dan nomor induk kependudukan (NIK) siluman alias palsu. Ia mengaku mendapatkan data ini dari DPP Partai Gerindra pada Februari 2019. "Tanggalnya tidak hafal. Bulannya sekitar bulan 2 tahun 2019," kata Idham dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Rabu 19 Juni 2019.
Lalu, berdasarkan data yang ia terima dari Gerindra pada Februari 2019 itu, Idham mengaku mulai menelusuri NIK para pemilih. Ia menemukan ada kecamatan siluman, karena ada ketidaklaziman di angka ke 5-6 dalam NIK, yang seharusnya diisi oleh kode daerah kecamatan.
Namun, ia tidak pernah melakukan verifikasi ke lapangan, terkait temuannya ini. Ia mengaku hanya bekerja menganalisis data-data yang ia dapatkan. "Saya, berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku. Di luar itu saya katakan itu tidak benar. (Data) Tidak perlu saya verifikasi karena itu tugas KPU, bukan saya," ujar Idham.
3. Keterangan Saksi Hermansyah
Saksi ketiga tim kuasa hukum Prabowo, Hermansyah berbicara mengenai kelemahan sistem informasi perhitungan suara milik Komisi Pemilihan Umum atau Situng KPU dalam sidang sengketa hasil pemilihan presiden 2019.
Dalam keterangannya, Hermansyah mengaku pernah datang ke Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Pemilihan Umum Bogor bersama Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon pada 3 dan 4 Mei 2019. "Saya menyimpulkan ada satu kelemahan mendasar dalam proses menginput Situng," kata Hermansyah di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2019.
Pihak penyelenggara pemilu kemudian menjawab dan menyatakan bahwa Situng KPU bukan dasar dalam perhitungan suara. Kuasa hukum KPU Ali Nurdin mengatakan bahwa rekapitulasi suara dilakukan secara berjenjang.
4. Keterangan Saksi Listiani
Saksi keempat pihak Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Listiani, menyampaikan dugaan pelanggaran pemilu oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu. Listiani berujar dirinya merupakan pihak yang melaporkan dugaan pelanggaran oleh Ganjar ke Bawaslu Provinsi Jawa Tengah. Dia juga menjadi pendamping terhadap seorang bernama Joko Santoso yang melaporkan dugaan pelanggaran oleh Hevearita ke Bawaslu Kota Semarang.
"Saya adalah pelapor Gubernur Jawa Tengah dan 32 bupati wali kota se-Jawa Tengah yang deklarasi mendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin tanggal 31 Januari 2019 dengan menyebutkan jabatannya," kata Listiani dalam sidang sengketa hasil pemilihan presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi, Rabu, 18 Juni 2019.