(dari kanan) Pakar Hukum Azyumardi Azra, Yusril Ihza Mahendra dan Refly Harun saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi II DPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 18 Oktober 2017. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra meminta agar tidak ada pengerahan massa saat sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 28 Juni 2019. "Tidak perlu lagi memobilisasi massa untuk unjuk rasa yang bisa menimbulkan kegaduhan dan kekerasan," kata Azyumardi dalam siaran pers, Jumat, 21 Juni 2019 menanggapi rencana Aksi 212 saat sidang MK membacakan putusan.
Ia meminta semua pihak agar menunggu keputusan MK dengan tenang. Rakyat, kata mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah itu, sudah capai dengan kegaduhan politik, apalagi dengan membawa agama
Azyumardi memperkirakan Aksi 212 bukan agenda halalbihalal, namun untuk kepentingan politik tertentu. "Sebaiknya berhenti memelintir istilah-istilah acara keagamaan untuk politik dan kekuasaan."
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengimbau agar tidak ada pengerahan massa ke Gedung MK saat sidang sengketa pilpres itu. "Polri mengimbau untuk tidak melakukan mobilisasi massa ke MK."
Hal itu bisa mengganggu proses jalannya sidang MK yang waktunya terbatas. Menurut dia, pelarangan ini untuk mencegah kericuhan yang berujung korban seperti rusuh 22 Mei 2019.
Polisi memberikan alternatif mengizinkan unjuk rasa di sekitar patung Arjuna Wiwaha di persimpangan Jalan MH Thamrin dan Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.