TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengatakan pertemuan para Ketua Umum Partai pendukung Joko Widodo atau koalisi Jokowi dengan Surya Paloh plus rencana persamuhan antara Megawati Soekarnoputri - Prabowo Subianto bukan tanpa kebetulan.
"Ini tanda-tanda ada dinamika internal di koalisi Jokowi soal perkembangan politik mutakhir, misalnya soal kemungkinan Gerindra merapat, posisi ketua MPR, dan seterusnya," ujar Adi saat dihubungi Tempo pada Selasa malam, 23 Juli 2019.
Pertemuan dua ketua umum partai besar yang berhadap-hadapan dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres ini, kata Adi, dinilai sebagai bagian dari bicara politik kenegaraan soal kemungkinan apa yang bisa disinergikan antara Gerindra dengan pemerintah. "Kawin silang visi atau politik akomodatif," ujar Adi.
Dua hari yang lalu, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Plt Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa bertemu di kantor DPP Nasdem pada Selasa, 23 Juli 2019. Pertemuan ketua umum partai koalisi Jokowi-Ma'ruf itu terjadi di tengah isu perebutan kursi ketua MPR antarpartai koalisi. PDIP tidak hadir dalam pertemuan itu. Usai pertemuan, empat ketum KIK tersebut kompak bicara soal soliditas internal.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai pernyataan itu merupakan sindiran. Tanpa kehadiran PDIP, kata Rangkuti, soliditas ini dapat dimaknai sebagai blok sendiri dalam koalisi Jokowi. "Blok parlemen dipimpin Nasdem dan blok non parlemen yang kiranya akan merapat ke PDIP," ujar Rangkuti.
Tarik menarik kekuatan blok ini, ujar Rangkuti, akan menarik terus dicermati di masa yang akan datang. Khususnya terkait dengan dua isu yang akan dihadapi, yakni kemungkinan masuknya Gerindra ke dalam koalisi 01 dan siapa yang disiapkan untuk menjadi ketua MPR di antara mereka.
"Jadi, kami akan melihat bagaimana liuk-liuk partai ini sampai Oktober yang akan datang. Pertemuan ini semacam wanti-wanti akan kemungkinan Gerindra merapat," ujar Rangkuti.