Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama Komisioner KPU (dari kiri) Evi Novida Ginitng Manik, Viryan Azis, Wahyu Setiawan, Hasyim Asyari, Pramono Ubaid Tanthowi dan Ilham Saputra, memberikan keterangan kepada awak media, di Gedung KPU, Jakarta, 2 Oktober 2017. KPU akan membuka dimulainya pendaftaran partai politik calon peserta pemilu serentak tahun 2019 selama 14 hari, pada 3 hingga 16 Oktober.TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta-Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta setiap pasangan capres-cawapres untuk tidak menggunakan kasus tertentu dalam pertanyaan tertutup yang disampaikan ke pasangan lain dalam ajang debat capres. Tujuannya agar debat tetap berjalan kondisional.
"Sudah menjadi kesepahaman bersama bahwa pertanyaan yang sifatnya tertutup antarpasangan calon itu dihindari pertanyaan yang terlalu mikro, singkatan-singkatan, atau membahas kasus per kasus," ujar komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di kantornya, Jakarta, Jumat, 11 Januari 2019.
Debat pertama pilpres digelar pada 17 Januari 2019 bertema seputar isu hukum, korupsi, HAM, dan terorisme. Pola debat pertama ini antara kedua pasangan capres-cawapres.
Debat dibagi dalam enam segmen. Pada segmen keempat dan kelima, setiap pasangan calon akan memberi pertanyaan kepada lawannya. Setiap pasangan juga diberikan kisi-kisi pertanyaan buatan panelis yang akan ditanyakan pada segmen kedua dan ketiga.
Menurut Pramono pertanyaan-pertanyaan yang mengarah ke kasus tertentu dapat menimbulkan kontroversi. Hal itu, kata dia, dapat mengganggu agenda debat yang bertujuan pada penyampaian gagasan serta ide secara utuh dan mendalam. "Bukan menyangkut kasus-kasus yang terlalu mikro yang malah itu bisa menimbulkan kontroversi," katanya.
Pramono mengatakan sebelum pelaksanaan debat, KPU bakal mengingatkan kembali pada kedua tim kampanye dan pasangan calon soal pertanyaan tertutup yang tak menyinggung kasus tertentu itu. Meski demikian dia tak menegaskan bahwa kedua tim sudah sepakat untuk tak menggunakan contoh kasus tertentu itu.
"Kita harapakan debat betul-betul menjadi ajang masing-masing pasangan calon memperlihatkan gagasannya secara utuh, bukan untuk menimbulkan kontroversi lebih dalam, lebih jauh. Itu tidak ada manfaatnya bagi masyarakat," ucapnya.
Di sisi lain, ujar Pramono, pasangan calon dapat menggunakan contoh kasus tertentu ketika menguatkan argumen dalam debat capres . "Contoh kasus itu tak harus masalah yang terkait dengan pasangan calon tertentu, ini salah paham yang seringkali berkembang luas di masyarakat," tuturnya.