TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai istilah rekonsiliasi antara calon presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Prabowo Subianto, yang selama ini digaungkan sejumlah pihak, agak kabur maknanya. Menurut Rangkuti, kedua tokoh itu perlu bersilaturahmi dan bukan rekonsiliasi.
Baca juga: Sultan HB X Harap Rekonsiliasi Jokowi - Prabowo Segera Terwujud
Alasan pertama, ujar Rangkuti, keduanya memang bersaing dan berkompetisi, keduanya juga datang dengan parpol yang berbeda, serta menarik dukungan dari pemilih yang berbeda. "Maka, mendorong mereka untuk rekonsiliasi politik adalah seperti upaya yang kabur. Sebab sejak awal memang keduanya adalah identitas yang berbeda, dan dengan perbedaan itulah mereka berkompetisi dalam pemilu," ujar Rangkuti saat dihubungi Tempo, Sabtu malam, 8 Juni 2019.
Untuk itu, ujar Rangkuti, tidak perlu terlalu memaksakan kehendak rekonsiliasi itu dan biarkan saja keduanya dalam identitas yang berbeda, yang satu tetap sebagai petahana dan yang lain adalah penantang. "Yang perlu kita dorong dan cegah adalah perbedaan itu tidak boleh jadi dasar untuk saling menafikan."
Rangkuti menyarankan kedua capres ini untuk saling bersilaturahmi saja. Tujuannya selain untuk menjaga tradisi demokrasi, sekaligus jugauntuk mendinginkan suasana. Dengan silaturahmi ini, ujar dia, tak perlu ada asumsi soal kalah menang. Apalagi misalnya menjajaki kerja sama.
"Dalam silaturrahmi yang ada adalah entitas anak bangsa yang sama-sama ingin memberi yang terbaik bagi negara dengan cara dan visi yang berbeda. Inilah beda penting antara silaturahmi dengan rekonsiliasi," ujar Rangkuti.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rekonsiliasi artinya perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula; perbuatan menyelesaikan perbedaan. Sementara silahturahmi artinya mengikat tali persahabatan (persaudaraan).
Baca juga: Sandiaga Anggap Rekonsiliasi Jokowi - Prabowo Tak Perlu Perantara
Menurut Rangkuti, keduanya memiliki makna yang berbeda. Dengan bersilahturahmi, ujar Rangkuti, keduanya bertemu sebagai insan dan warga biasa. Tidak berhubungan dengan politik. Dan karena itu, jalan politik yang berbeda tetap ditempuh dalam posisi masing-masing yang berbeda. "Jadi rekonsiliasi kita tanggalkan, tapi silaturahmi kita sarankan," ujar Rangkuti.