TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik asal Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto memperkirakan debat pilpres ketiga antar calon wakil presiden (cawapres) pada Ahad malam, 17 Maret 2019 hanya akan jadi panggung seremonial seperti debat-debat sebelumnya. Terutama karena adanya hambatan psikologis, dan keengganan kedua kandidat untuk saling menyerang.
“Mungkin ada hambatan psikologis. Tapi semoga tidak jadi hambatan dialektik,” kata Gun Gun saat ditemui Tempo di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu, 16 Maret 2019.
Baca: Menjelang Debat, Sandiaga Bakal Main Basket Bersama AHY
Ia memperkirakan debat ketiga berpotensi datar karena baik cawapres 01, Ma’ruf Amin atau 02, Sandiaga Uno bisa jadi tampil tak saling serang. Publik akan jengah dengan atau bahkan mungkin tidak percaya bahwa cawapres itu sama pentingnya dengan capres.
Gun Gun mengatakan debat presidensial sejak 2004, 2009, dan 2014, sekadar panggung seremonial. Ia membandingkan dengan debat presiden di Amerika Serikat, yang menurutnya menjadi momentum memetakan isu-isu substansif, yang berujung pada keputusan kebijakan. “Debat presidensial di Amerika itu kan sangat dahsyat.” Debat itu memengaruhi policy, platform, kebijakan ke depan yang mau memimpin. “Dan tegas, nilai perbedaannya jelas.”
Baca: Menjelang Debat Cawapres, Ma'ruf Amin Berdoa Bersama Ulama
Sandiaga mengaku sungkan menyerang Ma'ruf Amin saat debat ketiga nanti. Bagaimanapun, kata Sandi, dia berhadapan dengan seorang ulama senior. "Saya pasti sungkanlah," kata Sandiaga di kawasan Jakarta Selatan, Senin, 11 Maret 2019.
Ma’ruf mengatakan panggung debat pilpres memang bukan untuk saling menyerang. Panggung itu adalah tempat menyampaikan ide dan gagasan. “Ya memang kami tidak saling menyerang. Paling masing-masing menyampaikan idenya,” ujar Ma’ruf kepada wartawan di Rumah Saleh, Jumat, 16 Maret 2019.
FIKRI ARIGI | BUDIARTI UTAMI PUTRI