TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi berpesan banyak hal dalam agenda Rakerda Tim Kampanye Daerah dan konsolidasi caleg di Lampung pada Sabtu, 24 November 2018.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma'ruf, Abdul Kadir Karding yang ikut mendampingi Jokowi mengatakan mantan Gubernur DKI Jakarta itu kerap berbicara ihwal informasi yang disebut tidak benar, yang disampaikan kubu lawan tentang harga-harga bahan pangan di pasar yang melonjak.
Baca: Pengamat Nilai Konsep Visi Misi Kandidat Capres Belum Matang
"Sekarang ini banyak orang kaya masuk ke pasar, di pasar enggak beli apa-apa tapi keluar ngomongnya harganya melambung, hanya untuk membuat masyarakat takut," kata Karding saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 24 November 2018.
Selain itu, kata Karding, Jokowi mengingatkan kepada para tim kampanye daerah, caleg dan relawan se-Lampung bahwa kondisi perpolitikan berubah siginifikan. Dua contoh yang disebut Jokowi, yakni pertama soal kesepakatan Brexit yang diajukan Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May. Menurut survei, pernyataan perdana menteri Inggris tersebut kemungkinan besar menang ataupun menang tipis. Tapi yang terjadi pada saat referendum, pemungutan suara ternyata kalah.
Kedua, soal gejala yang terjadi di pemilihan presiden Amerika, awalnya Hillary Clinton diunggulkan di survei, namun nyatanya Hillary kalah dari Donald Trump. "Dua contoh ini disampaikan untuk menunjukkan bahwa dunia politik telah mengalami perubahan," kata Karding.
Untuk itu, menurut dia, saat ini calon presiden tidak bisa lagi berkampanye hanya sekedar mengandalkan jumlah massa, pertemuan di lapangan atau baliho saja. Atau mungkin beberapa kali muncul di media mainstream. "Itu tidak cukup. Tapi yang dibutuhkan adalah pilihan isu yang tepat dan gerakan door to door yang kita sebut dalam konteks micro-targeting," ujarnya.
Baca: Blusukan ke Pasar di Lampung, Jokowi: Harga Tempe Hanya Rp 3.000
Wakil Direktur Komunikasi Politik Meutya Hafid mengatakan hal serupa. Politikus Golkar itu mengatakan timnya menganalisis bahwa Prabowo Subianto menggunakan teknik kampanye bernama Firehose of Falsehoods dalam pemilu kali ini.
Dalam strategi propaganda tersebut, konten-konten kampanye tidak lagi harus objektif dan konsisten sepanjang itu dilakukan secara masif, cepat dan terus berulang. Tujuan utamanya untuk membangun ketidakpercayaan terhadap informasi. Dengan strategi ini, kampanye politik dinilai bukan lagi mengabarkan kebenaran, tapi justru untuk mengaburkannya.
"Itu yang diabaikan Hillary, dia sibuk dengan program-program tanpa meng-counter isu yang dimainkan Trump. Kita belajar dari kekalahan Hillary," kata Meutya kepada Tempo pada Rabu, 21 November 2018.
Baca: Kubu Jokowi: Sontoloyo sampai Tabok PKI Bukan Gol Bunuh Diri