TEMPO.CO, Jakarta - Iklan Jokowi - Ma'ruf di salah satu media nasional dinilai telah melanggar peraturan kampanye. Menurut Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asyari saat ini peserta pemilu belum diperbolehkan kampanye di media cetak.
Baca juga: Timses Jokowi akan Galang Dana Kampanye dari Para Taipan
"Kalau ada yang sudah berkampanye, itu artinya kampanye di media di luar kerangka 21 hari (sebelum pencoblosan) menurut Undang-undang ya melanggar," ujar Hasyim di kawasan Raden Saleh, Jakarta, Kamis, 18 Oktober 2018.
Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma'ruf diduga melakukan pelanggaran kampanye karena memasang iklan di salah satu media cetak nasional. Gambar Jokowi - Ma'ruf muncul dalam bentuk banner yang terpasang di bagian bawah media cetak tersebut. Foto paslon juga dilengkapi dengan nomor urut dan tulisan Jokowi-Ma'aruf Amin untuk Indonesia. Di bagian bawah tulisan itu, ditampilkan nomor rekening dana kampanye untuk menggalang dana dari masyarakat.
Menurut Hasyim, kampanye di media cetak maupun elektronik baru bisa dilakukan 21 hari sebelum pencoblosan. Hal itu diatur dalam Pasal 276 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. "Jadi baru bisa dilakukan pada 21 hari, bagian akhir masa kampanye," katanya.
Hasyim mengatakan jika ada indikasi pelanggaran dalam hal ini maka selanjutnya akan ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sebab, pengawasan dugaan pelanggaran dan sanksi merupakan ranah Bawaslu. "Tergantung nanti dari Bawaslu, terbuktinya apa," ucapnya.
Baca juga: Timses Jokowi Akan Kembalikan Sumbangan Jika Penyumbang Tak Jelas
Adapun, Wakil Ketua TKN Jokowi - Ma'ruf, Abdul Kadir Karding mengatakan langsung menyetop iklan penggalangan dana kampanye di media massa, karena diduga termasuk dalam pelanggaran kampanye. "Kami akan setop iklan itu kalau secara teknis diduga melanggar, karena ada citra dirinya. Kami sudah berkoordinasi dengan Bawaslu dan KPU," ujar Karding di Posko Cemara, Jakarta, Rabu kemarin.
Menurut Karding, berbagai dugaan pelanggaran kampanye tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi oleh lembaga penyelenggara pemilu. Sehingga, peserta pemilu tidak memiliki pemahaman yang detail soal aturan-aturan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), bahkan bisa terjadi salah persepsi. "Aturan-aturan berkampanye ini terlalu njelimet," ujar Karding.