Pendukung Prabowo yang Bermasalah Hukum dalam Masa Kampanye
Reporter
Ryan Dwiky Anggriawan
Editor
Endri Kurniawati
Selasa, 26 Februari 2019 08:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Resor Karawang menangkap tiga ibu pendukung calon presiden Prabowo dengan dugaan ujaran kebencian terhadap calon presiden Joko Widodo atau Jokowi, 24 Februari 2019 sekitar pukul 23.30. Mereka adalah Engqay Sugiyanti, Ika Peranika, dan Citra Widaningsih. Video mereka ramai beredar di media sosial yang diunggah dalam akun @citrawida5 di Twitter.
Dalam video para ibu itu berbicara dalam bahasa Sunda saat kampanye dari pintu ke pintu. Mereka meyakinkan warga bahwa Jokowi akan melarang azan dan membolehkan pernikahan sesama jenis. "Moal aya deui sora azan, moal aya deui nu make tieung. Awewe jeung awewe meunang kawin, lalaki jeung lalaki meunang kawin (Tak akan ada lagi suara azan, tak ada lagi yang memakai jilbab. Perempuan dengan perempuan akan menikah, lelaki dengan lelaki juga menikah)," kata perempuan dalam video itu dalam bahasa Sunda.
Baca: BPN Prabowo Akui Relawannya Kampanye Jokowi Menang Tak Ada Azan
Kapolres Karawang Ajun Komisaris Besar Nuredy Irwansyah Putra melalui pesan teks, Senin, 25 Februari 2019 membenarkan kabar bahwa pihaknya menahan tiga perempuan itu. Proses hukum dilakukan di Polda Jawa Barat.
Bukan sekali ini saja pendukung pasangan Prabowo - Sandiaga Uno ini berurusan dengan hukum sejak masa kampanye 23 September 2018. Berikut beberapa pendukung pasangan calon urut nomor urut 02 yang diciduk aparat kepolisian:
1. Ratna Sarumpaet
Seniman teater ini menjadi buah bibir masyarakat luas pada awal Oktober 2018. Ia mengaku dianiaya pada saat berada di Bandung, Jawa Barat, 21 September 2018. Kabar itu diperkuat dengan menampilkan foto wajahnya yang lebam di media sosial.
Kabar penganiayaan itu segera disiarkan luas oleh sejumlah tokoh politik nasional. Di antaranya adalah pasangan capres dan cawapres, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Mereka yang menyebarkan kabar ini menyangkut pautkan penganiayaan Ratna dengan perbedaan pilihan politik.
Rabu 3 Oktober 2018, tak lama setelah Polda Metro Jaya membeberkan sejumlah kejanggalan dari kabar penganiayaan itu, Ratna memberikan pengakuan yang sebenarnya. Ratna Sarumpaet mengaku wajahnya lebam karena menjalani bedah estetika di rumah sakit khusus operasi plastik di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, bukan karena penganiayaan. Kamis malam, 4 Oktober 2018, Ratna diciduk polisi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta saat hendak berangkat ke Santiago, Cile.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono kepolisian menetapkan Ratna Sarumpaet sebagai tersangka penyebar hoax atau berita bohong.
Ratna dibidik dengan pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Selain itu, Ratna bakal dibidik dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 28 juncto pasal 45. "Ancaman hukumanya 10 tahun penjara," kata Argo, Kamis, 4 Oktober 2018.
<!--more-->
2. Bahar bin Smith
Bahar bin Smith berurusan dengan Bareskrim lantaran ucapannya menyinggung Presiden Jokowi dalam sebuah video yang viral di sosial media. Dalam transkrip video berdurasi 60 detik itu, Bahar di antaranya mengatakan, "Pengkhianat bangsa, pengkhianat negara, pengkhianat rakyat, kamu Jokowi!" Dan, "Kamu kalau ketemu Jokowi, kalau ketemu Jokowi, kamu buka celananya itu, jangan-jangan haid Jokowi itu, kayaknya banci itu".
Tak berapa lama seusai video itu viral, Bahar terlibat kasus penganiayaan anak. Kepolisian Daerah Jawa Barat menahan Bahar dengan sangkaan penganiayaan terhadap CAJ, 18 tahun, dan MKU, 17 tahun. Bahar menjadi satu dari enam tersangka dalam kasus penganiayaan itu.
Baca: BPN Prabowo: Neno Warisman Hadir di Munajat 212 Sebagai Pribadi
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Bahar bin Smith melakukan tindakan kekerasan karena korban mengaku-ngaku sebagai dirinya saat berkunjung ke Seminyak, Bali, pada 26 November 2018. Kedua korban lalu dijemput paksa orang suruhan Bahar bin Smith di rumahnya masing-masing.
Mereka dijemput pada 1 Desember 2018 dan dibawa ke Pesantren Tajul Alawiyin milik Bahar bin Smith di Kemang, Bogor. Penganiayaan dilakukan Bahar bin Smith di belakang pesantren. Dalam video milik tim penyidik Polda Jabar, tampak dai tersangka penghina Jokowi itu mengenakan baju putih juga bersarung. Sedangkan CAJ yang dianiaya bergamis coklat terang.
Bahar dibidik pasal berlapis dengan ancaman hukuman maksimal kurungan selama 12 tahun karena menganiaya anak.
3. Suhartono
Kejaksaan Negeri Mojokerto mengeksekusi Kepala Desa Sampangagung Suhartono alias Nono, 44 tahun. Kepala desa pendukung Prabowo - Sandiaga dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Mojokerto, Rabu, 19 Desember 2018.
Nono jadi terpidana kasus pidana pemilu karena terbukti membagikan uang dan mengerahkan massa saat menyambut kedatangan calon wakil presiden Sandiaga Uno yang melewati Desa Sampangagung saat perjalanan menuju kawasan wisata air panas Padusan, Desa/Kecamatan Pacet, Mojokerto, 21 Oktober 2018.
<!--more-->
Nono diputus bersalah dan melanggar Undang Undang Pemilu. “Saya bertanggung jawab atas apa yang saya perbuat, minta doanya saja,” kata Nono saat keluar dari kantor kejaksaan.
Simak: Hoax 7 Kontainer Surat Suara, Bagus Bawana ...
4. Bagus Bawana Putra
Bagus Bawana ditangkap di Sragen, Jawa Tengah, pada 7 Januari 2019. Kepada penyidik Bagus mengaku ide membuat, mengunggah, hingga menyebarkan konten hoax berisi kabar tujuh kontainer berisi surat suara Pemilu 2019 sudah dicoblos di Tanjung Priok adalah murni hasil pemikirannya.
Dalam kasus hoaks surat suara ini, lima jadi tersangka. Empat orang sebelumnya ditangkap di sejumlah daerah, yakni HY di Bogor, LS di Balikpapan, J di Brebes, dan MIK di Cilegon. Namun, keempatnya hanya penyebar aktif dan tidak ditahan.
Hoaks tujuh kontainer surat suara pemilu yang sudah tercoblos tersebar melalui sejumlah platform, seperti YouTube dan WhatsApp. Salah satunya tersebar melalui rekaman suara seorang lelaki. Setelah KPU dan Bawaslu mengecek bersama Bea Cukai, dipastikan bahwa informasi tujuh kontainer surat suara pemilu yang sudah tercoblos itu bohong.
Polri juga mengungkap motif tersangka Bagus untuk menyebarkan hoaks perihal tujuh kontainer surat suara tercoblos di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. "Tersangka BBP ini memang niat untuk membuat kegaduhan. Baik di media sosial, maupun di masyarakat," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Senin, 21 Januari 2019.
Simak juga: Prabowo Jenguk Ahmad Dhani di Rutan Medaeng Sidoarjo
5. Ahmad Dhani
Ahmad Dhani menjadi tersangka karena laporan Jack Lapian, pendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam Pilkada DKI 2017. Pendiri BTP Network itu melaporkan Dhani ke polisi pada Kamis, 9 Maret 2017. Jack melaporkan tiga cuitan musikus itu di akun twitternya. Ketiga unggahan status di media sosial Dhani dianggap mengandung unsur ujaran kebencian dan dihukum 18 bulan penjara. <!--more-->
Majelis hakim menyatakan Dhani melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyuruh melakukan dan menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan yang dituju atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku agama ras dan antar-golongan atau sara.
6. Slamet Maarif
Ketua PA 212 Slamet Maarif disangka melanggar Undang Undang tentang Pemilu karena berkampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu. Slamet diancam pidana penjara maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp12 juta, atau penjara dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
Slamet Maarif yang juga berstatus sebagai Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo - Sandiaga datang sebagai salah satu pembicara acara tablig akbar yang digelar oleh Persatuan Alumni 212 Solo Raya. Pidatonya dianggap bermuatan kampanye, Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi - Ma'ruf Solo melaporkannya ke Bawaslu Kota Solo.
Setelah berkoordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan dalam Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), Bawaslu menyimpulkan bahwa kasus itu masuk ranah pidana pemilu. Bawaslu menyerahkan persoalan itu ke kepolisian.
TIM TEMPO