Elektabilitas Kalah dari Jokowi, Pengamat Beri 3 Saran ke Prabowo
Reporter
Ryan Dwiky Anggriawan
Editor
Syailendra Persada
Sabtu, 9 Februari 2019 12:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam beberapa publikasi hasil sigi lembaga survei pemilihan presiden belakangan ini, jarak elektabilitas antara Joko Widodo atau Jokowi - Ma'ruf Amin masih unggul jauh atas pasangan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno. Lembaga survei Populi Center dan LSI Denny JA, misalnya, menemukan Jokowi masih unggul 19 persen.
Baca: Survei Internal, Kubu Prabowo: Elektabilitas Nyaris Salip Jokowi
Survei internal Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandiaga juga menunjukkan Jokowi masih unggul. Meskipun BPN mengklaim jarak elektabilitas jagoannya dengan Jokowi - Ma'ruf tak sejauh apa yang dipublikasikan lembaga-lembaga survei.
"Kami masih kalah sama pak Jokowi, tapi jarak elektabilitasnya tinggal enam sampai sembilan persen. Nah itu akan ditentukan dalam 2,5 bulan ini," kata Ketua BPN Djoko Santoso kepada Tempo 29 Januari 2019 lalu.
Analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menuturkan tiga hal yang musti diperhatikan kubu Prabowo Subianto - Sandiaga Uno agar elektabilitas mereka dapat merangkak naik secara signifikan. Berikut tiga faktor yang harus diperhatikan pasangan calon nomor urut 02 itu menurut Pangi:
1. Personal Branding Figur
Menurut Pangi, Prabowo Subianto harus dapat tampil sebagai figur yang merakyat, disukai rakyat, dan tak berjarak dengan rakyat. Ia menuturkan Prabowo harus dapat tampil sebagai seorang pemimpin yang tak hanya bercitra tegas nan menyerang.
Menurut dia, narasi-narasi yang selama ini disampaikan Prabowo seringkali menjadi blunder. "Soal Indonesia punah, menteri pencetak utang, itu artinya beliau lebih banyak menyalahkan. Tidak baik bagi pak Prabowo," kata Pangi.
Ali-alih menyampaikan narasi yang terkesan menyalahkan, menurut Pangi akan lebih efektif jika Prabowo membawa sebuah masukan, saran yang membangun, harapan yang baru, dan menjawab apa yang menjadi kegelisahan masyarakat dalam setiap narasi politiknya.
"Jadi personal branding beliau, figur beliau itu yang harus diperbaiki. Kadang orang nggak senang juga dengan figur yang terlalu berapi-api dan marah-marah gitu. Ada kalanya beliau harus cooling down juga, lebih bijak, tidak selalu menyalahkan," ujar Pangi.
Namun, kata Pangi, permasalahan personal branding atau figur di kubu pasangan calon nomor urut 02 terbantu dengan adanya Sandiaga Uno di posisi calon wakil presiden. "Peran ini dimainkan Sandiaga dengan sangat baik dan optimal. Dengan penampilan good lookingnya, personal brandingnya yang mudah bergaul, tidak berjarak dengan rakyat, datang ke pasar secara langsung, bertanya menyerap aspirasi, ini bagus sekali kalau Sandiaga," ujar Pangi.
<!--more-->
2. Mesin Partai
Dalam pandangan Pangi, baru Gerindra saja partai koalisi pengusung Prabowo - Sandiaga yang bekerja secara efektif. Partai lainnya seperti PKS, Demokrat, dan PAN menurutnya tak terlalu mensosialisasikan Prabowo - Sandiaga.
Simak: Dua Lembaga Survei: Elektabilitas Jokowi - Prabowo Stagnan
"Kenapa? Karena mereka (partai koalisi) merasa yang paling diuntungkan oleh majunya pak Prabowo adalah Gerindra yang terdongkrak elektabilitasnya, coat-tail effect itu hanya Gerindra yang mendapatkan," ujar Pangi.
Hal ini, menurut Pangi, menjadi musabab mengapa partai-partai koalisi selain Gerindra hanya gencar mensosialisasikan calegnya masing-masing. Partai-partai itu, kata dia, memang tengah berjuang untuk menyelamatkan elektabilitasnya masing-masing lantaran tak punya calon presiden dalam pilpres kali ini.
"Kalau mesin partai ini hidup, ini bagus sekali. Berapa jumlah caleg PAN, PKS, dan Demokrat? Jika mereka ikut mensosialisasikan pak Prabowo, tentu apa yang disampaikan pak Prabowo akan lebih sampai ke publik," ujar Pangi.
<!--more-->
3. Pemetaan Perilaku Pemilih
Pangi mengatakan perilaku pemilih di Indonesia amat bermacam-macam. Ia mengkategorikan perilaku pemilih itu menjadi tiga, yaitu pemilih sosiologis, psikologis, dan rasional.
Baca juga: LSI Denny JA Jelaskan Sebab Jokowi Turun di Muslim - Terpelajar
Pemilih sosiologis, menurut Pangi, adalah mereka yang mendasarkan pilihannya atas kesamaan identitas (suku, agama, dan ras). Pemilih psikologis adalah mereka yang mendasarkan pilihannya atas dasar suka - tak suka. Sedangkan pemilih rasional adalah mereka yang mendasarkan pilihannya berbasis kinerja, visi misi, capaian, dan keberhasilan seorang kandidat.
"Saya lihat pak Prabowo baru berhasil mengambil ceruk segmen pemilih sosiologis, jadi berbasiskan segmen pemilih agama dan populisme Islam yang dibangun. Mereka diuntungkan dengan isu-isu 212, isu-isu kriminalisasi ulama, tetapi itu tidak maksimal akhirnya," tutur Pangi.
"Kalau pemilih rasional, mereka memang akan susah diambil oleh pak Prabowo karena memang pak Prabowo belum punya program, baru 'kami akan'. Belum punya capaian dan belum punya prestasi karena memang belum diberi kesempatan. Nah segmen pemilih rasional akan lebih banyak digarap oleh kubu pak Jokowi."
Pangi mengatakan Prabowo - Sandiaga harus mulai melebarkan sayap segmentasi pemilihnya dengan manajemen pemilihan isu. Menurut Pangi, sebuah isu yang hendak digoreng atau dilancarkan guna menyerang inkumben Joko Widodo harus dipertimbangkan dengan baik.