BPN Prabowo - Sandiaga Uno: Potensi Golput Jadi Perhatian Khusus
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Endri Kurniawati
Jumat, 25 Januari 2019 10:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo - Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan timnya memperhatikan persoalan potensi golongan putih (golput). Dahnil mengatakan BPN telah memiliki survei tentang potensi golput dari kelompok pemilih mengambang (swing voters).
Hasil survei BPN pada November 2018 mencatat angka pemilih mengambang berada di kisaran 15 persen. "Itu perhatian kami secara khusus," kata Dahnil kepada Tempo, Kamis malam, 24 Januari 2019.
Baca: Golput, Advokat Ini Sebut Muak dengan Jokowi Apalagi Prabowo
Menurut Dahnil, BPN tak menafikan potensi golput ini menjadi kritik terhadap demokrasi dan para kandidat calon presiden-wakil presiden. Dia menganggap peluang golput muncul lantaran kecewa dan tidak percaya dengan janji-janji politik yang diingkari, khususnya dari kubu calon inkumben.
BPN akan menggaet kelompok yang berpotensi golput ini dengan tawaran harapan yang bisa menjawab keinginan dan kekhawatiran mereka. "Tentu sebagai penantang kami menyampaikan harapan-harapan yang mungkin tidak ditemukan dari petahana."
Belakangan, pilihan untuk tidak memilih alias golput di pemilihan presiden 2019 banyak dibicarakan. Rabu lalu, 23 Januari, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Hak Sipil dalam konferensi pers di gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyerukan pernyataan sikap bahwa golput adalah hak dan bukan tindak pidana. Direktur LBH Jakarta Arief Maulana memprediksi tingkat golput akan meningkat di pilpres kali ini.
Baca: Koalisi Sipil Beberkan Penyebab Fenomena ...
Arief mengatakan fenomena global menunjukkan golput menjadi salah satu pilihan warga dunia sebagai ekspresi pilihan politik. Golput dipilih sebagai bentuk koreksi dan itu terjadi di mana-mana. “Data fenomena global menunjukkan jumlah pemilih golput meningkat, termasuk di Indonesia," kata Arief di kantornya, Rabu, 23 Januari 2019.
Menurut dia, warga memutuskan golput lantaran kecewa terhadap sistem demokrasi. Dia merujuk pada banyaknya kasus pelanggaran HAM, tidak terpenuhinya hak warga negara, dan maraknya korupsi.
Sigi Indikator Politik yang digelar akhir Desember lalu mencatat ada 1,1 persen responden yang langsung menyatakan akan <!--more-->di pilpres 2019. Jika ditambah potensi limpahan dari pemilih mengambang pemilih yang belum berkeputusan (undecided voters), angka ini diperkirakan mencapai 20 persen. "Potensinya minimal 20 persen pemilih golput, minimal kalau berkaca dari pengalaman sebelumnya," kata Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa, 8 Januari 2019.