Disebut Mirip Trump, Timses: Prabowo Tak Akan Ubah Gaya Bicara
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Ninis Chairunnisa
Sabtu, 22 Desember 2018 06:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Partai Gerindra Heri Budianto menegaskan bahwa Prabowo Subianto tidak akan mengubah gaya bicaranya yang keras dalam kampanye pemilihan presiden 2019. Sekalipun, kata dia, calon presiden nomor urut 02 itu kerap disama-samakan dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump karena gaya bicaranya.
"Gaya tegas dan keras itu sudah menjadi gaya kepemimpinan Pak Prabowo," ujar Heri Budianto di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Jumat, 21 Desember 2018.
Baca: Kubu Jokowi Sebut Kubu Prabowo Pakai Strategi Politik Mirip Trump
Heri membantah bahwa Prabowo menggunakan neuro-science dalam kampanye, seperti yang dituduhkan kubu Jokowi-Ma'ruf. Menurut dia, budaya masyarakat Indonesia kebanyakan bersimpati kepada korban. "Jadi kalau kami sengaja menyerang, pihak sana yang diuntungkan sebagai korban. Jadi tidak ada design. Itu murni gaya komunikasi pemimpin," ujarnya.
Wakil Direktur Komunikasi Politik TKN Jokowi-Ma'ruf, Meutya Hafid sebelumnya mengatakan tim-nya menganalisis bahwa kubu Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menggunakan teknik kampanye bernama Firehose of Falsehoods dalam pemilu kali ini.
Dalam strategi propaganda tersebut, konten-konten kampanye tidak lagi harus objektif dan konsisten sepanjang itu dilakukan secara masif, cepat, dan terus berulang. Tujuan utamanya untuk membangun ketidakpercayaan terhadap informasi. Dengan strategi ini, kampanye politik dinilai bukan lagi mengabarkan kebenaran, tapi justru untuk mengaburkannya.
Baca: Megawati Sindir Prabowo - Sandiaga Kampanye Ala Donald Trump
Anggota TKN Jokowi-Ma'ruf, Budiman Sudjatmiko mengatakan, dalam kondisi tersebut, masyarakat akan berada dalam kondisi ketidakpastian karena diombang-ambingkan oleh informasi yang tidak koheren. Salah satu respon fisisnya adalah amygdala di otak setiap orang akan terus berada dalam kondisi aktif. Amygdala merupakan bagian otak yg tergolong primitif dan berhubungan dengan kemampuan manusia untuk bertahan hidup (survival instinct). Hal ini menyebabkan tingkat kewaspadaan manusia akan meningkat pada saat amygdala berada dalam kondisi aktif.
"Sehingga kita bisa hati-hati terhadap kemungkinan adanya predator. Hal ini akan terlihat secara sosial melalui meningkatnya tendensi primordial mengarahkan pilihan politik setiap orang," ujar politikus PDIP tersebut.
Metode ini, ujar Budiman, bukanlah barang baru. Pada awalnya dikembangkan dan dipraktekkan oleh Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (K.G.B.) pada era Uni Soviet. Namun metode ini kemudian menjadi jauh lebih efektif di era saat ini, yakni pada saat diimplementasikan menggunakan medium teknologi informasi dan media sosial.
Budiman mencontohkan, Rusia mempraktekkan strategi ini pada saat menginvasi Georgia, dan beberapa waktu lalu Trump memenangkan pemilu Amerika Serikat dengan menggunakan cara yang sama, yaitu berbohong.
"Penggunaan strategi terbukti efektif menghasilkan kemenangan dalam kontestasi politik di berbagai tempat di dunia. Namun juga pasti akan menyertakan kerusakan sosial dan politik yang sulit untuk diperbaiki kembali," ujar Budiman.
Baca: Pidato Prabowo Dinilai Tiru Trump, Timses: Yang Baik Boleh Ditiru