TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Bidang Perkembangan Politik Nasional Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI), Aisyah Putri Budiatri mengatakan Badan Pengawas Pemilihan Umun (Bawaslu) harus menjalankan wewenang dan otoritasnya dalam menyikapi pernyataan mantan Kepala Kepolisian Sektor Pasirwangi, Kabupaten Garut, Ajun Komisaris Sulman Aziz.
Aisyah mengingatkan Bawaslu mempunyai wewenang untuk menindak pihak yang seharusnya netral tapi di lapangan menunjukkan keberpihakan. " Bawaslu tetap dalam koridor hukum saja, bahwa Bawaslu punya tugas dan utama untuk itu," ujar Aisyah, Senin, 1 April 2019.
Pada Ahad, 30 Maret 2019, Sulman membuat pengakuan bahwa Kapolres Garut Ajun Komisaris Besar Budi Satria Wiguna telah memerintahkan 22 Kapolsek di Garut untuk menggiring masyarakat agar memilih Jokowi di pilpres 2019. Perintah itu, kata dia, diiringi ancaman bahwa Kapolsek akan dimutasi bila Jokowi kalah di wilayahnya.
Sulman menuturkan perintah untuk memenangkan Jokowi itu disampaikan Budi dalam forum yang dihelat di Polres Garut, pada Februari 2019. Sulman saat ini telah dimutasi ke kesatuan lalu lintas Kepolisian Daerah Jawa Barat itu.
Selain itu, Sulman menambahkan, Kapolres Garut juga memerintahkan pendataan terhadap masyarakat yang memilih Jokowi dan Prabowo. Ia menuturkan perintah kedua itu harus disampaikan melalui pesan WhatsApp.
Aisyah mewanti-wanti, mendekati hari pencoblosan bakal banyak berita bermunculan yang membuat kondisi makin panas. Muncul banyak praduga dan prasangka terhadap berbagai pihak. "Supaya tidak terjebak pada banyak hoaks, pemberitaan palsu dan prasangka, (Bawaslu) harus kembali ke prosedur hukum yang ada," ungkap dia.
Bawaslu harus mengunakan prosedur yang ada untuk melakukan pembuktian. Caranya dengan merespon temuan internal maupun laporan resmi yang didaftarkan ke Bawaslu. "Pasti ada proses pembuktikan dan segala macam. Jangan juga terjebak pada carut marut hoaks."
IRSYAN HASYIM | ROSSENO AJI