TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 12 tahun Aksi Kamisan bertepatan dengan momentum debat pertama pemilihan presiden 2019 yang juga mengangkat isu hak asasi manusia. Maria Catarina Sumarsih, 66 tahun, pegiat Aksi Kamisan, menganggap debat pilpres nanti malam tak akan berimbas apa pun terhadap penegakan HAM di Indonesia.
Apalagi, kata dia, pertanyaan diberitahukan terlebih dulu kepada para kandidat, serta tidak ada contoh kasus yang diangkat dalam debat tersebut. "Di mata saya debat capres-cawapres rasa-rasanya kok tidak mempunyai dampak untuk menegakkan supremasi hukum di Indonesia."
Berita terkait: Jokowi Bakal Jawab Soal Aksi Kamisan dan Kasus Novel Baswedan di Debat Pilpres
Sumarsih juga tak lagi berharap dari momentum pemilihan presiden 2019. Sebab ia nilai Presiden Joko Widodo tak menuntaskan apa yang dijanjikan terkait penuntasan pelanggaran HAM masa lalu. Sedangkan, calon presiden Prabowo Subianto pun memiliki rekam jejak yang diduga terlibat pelanggaran HAM.
Prabowo diduga terkait dengan penculikan dan penghilangan paksa aktivis proreformasi pada 1997-1998. Saat itu, Prabowo merupakan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus sekaligus pimpinan Tim Mawar. Prabowo kemudian diberhentikan dari militer pada 1998 setelah disidang oleh Dewan Kehormatan Perwira.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontra), Yati Andriyani mengatakan momentum 12 tahun Aksi Kamisan yang jatuh pada hari ini sekaligus menjadi pengingat untuk tak terlena dengan janji manis calon presiden.
Yati mengatakan peringatan ini penting lantaran publik dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama memiliki beban dan rekam jejak terkait pelanggaran HAM. "Jadi lebih baik mengedukasi publik untuk tidak mudah percaya terhadap janji manis menjelang pilpres," kata Yati, Selasa, 15/1, lalu.
BUDIARTI UTAMI PUTRI