TEMPO.CO, Jakarta - Calon wakil presiden Ma'ruf Amin menilai seruan moral tak cukup untuk menghentikan perilaku menyebarkan berita bohong atau hoax, khususnya lewat media sosial. Menurut Ma'ruf, penegakan hukum yang tegas harus dilakukan agar bisa menghentikan hoax yang dianggap bisa memecah belah bangsa.
"Ternyata seruan secara moral itu tidak cukup. Karena itu perlu ada langkah-langkah menjeratkan," kata Ma'ruf lewat keterangannya pada Sabtu, 6 Oktober 2018.
Baca: Ma'ruf Amin ke Tapanuli Utara, Masyarakat: Horas, Mejuah-juah
Menurut Ma'ruf, penyebar hoax perlu diberikan hukuman yang memberikan efek jera karena perbuatan yang dilakukan para pelaku bisa mengganggu stabilitas dan keamanan menganggu keutuhan bangsa. "Perlu ada tindakan yang lebih mengarahkan hukuman penjara," ujarnya.
Isu soal hoax kembali ramai setelah terjadi kasus kebohongan yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet. Mantan juru kampanye nasional tim Prabowo - Sandiaga itu berbohong soal penganiayaan yang dialaminya. Pengakuannya itu sempat membuat kehebohan sampai direspon oleh sejumlah tokoh, termasuk Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Baca: Kata Ma'ruf Amin Soal Hoax Penganiayaan Ratna Sarumpaet
Melalui hoax, menurut Ma'ruf, orang bisa seenaknya membuat gaduh sehingga penanganannya harus diserahkan kepada aparat yang berwenang. "Kalau tidak ditindak, nanti semakin merajalela. Orang tidak takut. Kalau ada tindakan (tegas) biasanya bisa jera. Jadi tidak cukup diimbau secara moral," ujarnya.
Untuk itu, Ma'ruf berharap masyarakat lebih cerdas dan mewaspadai isu yang bisa memecah belah bangsa. Sehingga, kendati berbeda pilihan, baik di pemilu legislatif maupun pemilu presiden, jangan sampai memecah persatuan antar-anak bangsa. "Keutuhan bangsa lebih baik diutamakan. Pilpres dan Pileg itu kan hanya lima tahun. Tapi keutuhan bangsa itu harus kita jaga sepanjang masa," kata Ma'ruf.
Baca: Ma'ruf Amin Kunjungi Makam Raja-Raja Sisingamangaraja di Balige