TEMPO.CO, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera atau PKS terus berupaya mengasosiasikan diri dengan calon wakil presiden yang didukungnya, Sandiaga Uno, dalam pilpres 2019. Sebab, partai ini tak bisa meraup coat tail effect atau efek ekor jas dari capres Prabowo Subianto.
"Saya kira kalau untuk coat tail efek dari capres agak berat, kami sudah menimbang itu di internal kami," kata Direktur Pencapresan DPP PKS Suhud Aliyudin dalam diskusi Populi Center di Jakarta, Kamis, 27 September 2018.
Baca: Sebut Sandiaga Ulama, Hidayat Nur Wahid Beberkan Alasannya
Menurut Suhud, upaya mengasosiasikan ke Sandiaga lebih mudah karena dia sudah bukan anggota Partai Gerindra. Namun ia menyebut hasilnya baru diketahui dua bulan ke depan berhasil atau tidaknya.
Suhur mengatakan Wakil Ketua Dewan Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid menyebut Sandiaga sebagai ulama merupakan salah satu upaya mengasosiasikan diri dengan pengusaha muda itu. "Salah satu upayalah, kan Pak Hidayat bicara ada basis argumentasinya, sebagaimana Pak Sohibul Iman bicara soal santri post-Islamisme," ujarnya.
Baca: Sandiaga Uno Disebut Santri Post-Islamisme, Begini Penjelasan PKS
PKS juga akan membuat dua mesin untuk pilpres dan pileg karena tidak semua kader dan pengurus PKS terlibat atau menjadi tim sukses yang ditugasi menjadi tim sukses Prabowo - Sandiaga.
Suhud pun mengatakan PKS akan membangun kampanye yang konstruktif dengan menghindari isu-isu yang berpotensi memunculkan konflik. "Sekarang kita fokuslah kampanye yang sifatnya ke ide, bukan lagi kita bermain tataran SARA, fitnah, segala macam, saya kira sudah disetop," ujarnya.
Hasil survei Y-Publica sebelumnya menunjukkan bahwa PDI Perjuangan dan Partai Gerindra menempati posisi pertama dan kedua dipilih masyarakat. Salah satu faktornya adalah dua partai itu mendapat efek ekor jas dari pencalonan Joko Widodo dan Prabowo Subianto sebagai capres.
Baca: PKS: Dukungan Yenny Wahid Bukan Tolok Ukur Kemenangan Capres