TEMPO.CO, Jakarta - Sebentar lagi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan sengketa Pilpres (putusan MK) yang diajukan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat. Para hakim telah menuntaskan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada Rabu, 26/6 kemarin.
Baca juga: Putusan Sengketa Pilpres: Kilas Balik Isi Gugatan Kubu Prabowo
MK memiliki tiga pilihan dalam setiap putusan. Hal itu dipaparkan oleh Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono Soeroso. "Kalau dalam Undang Undang MK, putusan MK bisa menyatakan 'dikabulkan, ditolak, atau tidak dapat diterima'," ujar Fajar di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis, 27 Juni 2019.
Dalam putusannya, tentu hakin akan menalaah dalil gugatan pemohon juga bantahan termohon maupun terkait. Berikut kilas balik bantahan-bantahan yang disampaikan saksi fakta dan saksi ahli yang diajukan tim Hukum Jokowi-Ma'ruf Amin sebagai pihak terkait, dalam sidang 21 Juni.
Selain membantah tuduhan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif, mereka menunjukan lemahnya dalil permohonan.
1. Edward Omar Sharir Hiariej
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej mengatakan pelanggaran pemilu secara TSM bisa ditangani MK selama masalah tersebut tak diterima oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). "Kalau tidak diterima oleh Bawaslu, persoalan TSM itu bisa diterima oleh MK, tapi konteksnya dalam PHPU," ujar dia dalam persidangan di MK, Jumat 21 Juni 2019.
Secara kuantitatif, yang disebut TSM ialah apabila kecurangan itu terjadi di 50 persen tempat pemungutan suara plus. Lalu konteks terstruktur, sistematis, dan masif pun merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Selain itu juga harus terbukti bahwa kecurangan itu dilakukan dengan niat sengaja. Kecurangan itu pasti by intention, tidak mungkin karena kealpaan, sehingga niat memang harus dibuktikan, lalu terstruktur dan sistematis ini yang kemudian menimbulkan dampak massif.
Pembuktian kecurangan TSM pun sangat rumit. Bahkanpembuktiannya harus benar-benar menemukan kausalitas antara pilihan pemilih dengan pengaruh yang menyebabkan pilihan itu.
2. Candra Irawan
Saksi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf saat rekapitulasi tingkat nasional di KPU, Candra Irawan, mengatakan KPU telah meminta forum memberikan persetujuan pengesahan rekapitulasi hasil pemilihan umum pada 21 Mei, meski batas waktu pengesahan pada 22 Mei. Tak ada penolakan dari saksi pasangan calon presiden, partai politik, Badan Pengawas Pemilu, dan pihak terkait ihwal rencana itu.
Menurutnya rekapitulasi telah dilakukan secara berjenjang dan dilakukan bersama semua saksi pasangan calon dan partai politik. BPN Prabowo - Sandiaga juga mendapat kesempatan yang sama untuk menanggapi rekapitulasi. Tidak ada persengketaan dalam setiap jenjang rekapitulasi.
3. Heru Widodo
Wewenang MK adalah untuk menimbang apakah jika ada pelanggaran (dan terbukti) akan signifikan untuk diulang. Kalau memang pelanggaran-pelanggaran itu sudah dapat dibuktikan, tetapi ternyata setelah dihitung kuantitasnya, selisih perolehan suara pemohon dengan pihak terkait masih belum bisa mengubah konfigurasi perolehan suara, mahkamah tidak akan kabulkan permohonan itu. Karena kalaupun dikabulkan tidak akan mengubah pemohon menjadi pemenang.
Penegakkan hukum terkait dengan pelanggaran kualitatif masuk dalam tahapan proses. pelanggaran kualitatif, baik itu berupa kategori pelanggaran terukur maupun pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif, penegakan hukumnya pada tahapan proses.
Pelanggaran terukur yang menyangkut syarat pencalonan diajukan ke Bawaslu dan disengketakan melalui peradilan Tata Usaha Negara, jelas Heru. Sementara pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM) diproses pengaduannya dan diputuskan oleh Bawaslu.
Sementara Mahkamah Konstitusi sesuai UUD 1945 mendapatkan wewenang untuk perselisihan hasil pemilihan serentak. Sedangkan perselisihan hasil pemilukada serentak diselesaikan di badan peradilan khusus.
4. Anas Nashikin
Panitia pelaksana pelatihan saksi bagi seluruh saksi TKN, Anas Nashikin, mengatakan prinsip materi dalam pelatihan saksi adalah memberikan pemahaman secara integral, holistik, dan sistematis terhadap calon saksi tentang mekanisme aturan yang ada dalam kepemiluan. Pelatihan itu untuk mengantisipasi potensi kecurangan dalam pemilu.
Sebelumnya saksi dari pemohon, Hairul Anas Suaidi, mengatakan bahwa ada ajakan kecurangan dalam pelatihan saksi. Salah satunya dalam slide presentasi dari Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, yang disebut berisi kutipan bahwa kecurangan bagian dalam demokrasi.