TEMPO.CO, Jakarta - Selama persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi atau MK, ada momen-momen majelis hakim konstitusi menegur tim kuasa hukum dari kubu Prabowo Subianto maupun tim Jokowi. Berikut momen-momen tersebut:
1. Hakim Minta Bambang Widjojanto Diam atau Keluar
Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menegur ketua kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto lantaran terus berbicara dan memotong pembicaraan Arief dengan saksi. Arief bahkan berujar akan meminta Bambang keluar dari ruang sidang jika dia tidak diam.
"Sudah Pak Bambang sekarang diam, saya akan dialog dengan dia. Kalau tidak setop Pak Bambang saya suruh keluar," kata Arief di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2019.
Persoalan ini bermula saat Arief menanyai saksi kedua yang dihadirkan kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, Idham. Saksi tersebut mengaku akan memberi keterangan ihwal empat hal, dua di antaranya Nomor Induk Kependudukan (NIK) rekayasa dan daftar pemilih tetap (DPT) di bawah umur.
Arief menanyai posisi saksi saat pemilihan presiden 2019. Saksi pun mengaku dia tidak terlibat dalam tim pemenangan pasangan calon 02. Dia mengaku berada di kampung.
Namun Arief heran saat saksi mengatakan akan memberi keterangan tentang DPT seluruh Indonesia. Arief juga mempertanyakan kembali saat saksi mengatakan mendapat data DPT itu dari DPP Partai Gerindra.
"Makanya saya tanya Anda persisnya apa di pemilu ini? Kalau Anda dari kampung mestinya yang Anda ketahui kan situasi di kampung itu bukan nasional kan," kata Arief.
Bambang pun menginterupsi dialog Arief dengan saksi Idham. Dia meminta agar hakim mendengarkan terlebih dulu keterangan yang akan disampaikan saksinya.
"Majelis hakim mohon maaf, saya di kampung tapi saya bisa mengakses dunia dari kampung. Bapak sudah men-judge seakan-akan orang kampung tidak tahu apa-apa," kata Bambang.
2. Tim hukum Jokowi ditegur hakim karena puji saksi ahli KPU berlebihan
Anggota tim hukum Jokowi - Ma'ruf, Luhut Pangaribuan, memuji-muji Profesor IT Marsudi Wahyu Kisworo dalam sidang sengketa pilpres di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta pada Kamis, 20 Juni 2019. Ini dilakukan Luhut sebelum bertanya kepada Marsudi selaku saksi ahli KPU.
Awalnya, Luhut mengeksplorasi rekam jejak pendidikan dan pengalaman Marsudi. Kemudian, Marsudi pun menjelaskan bahwa dirinya menamatkan S1 di departemen elektro ITB jurusan pengaturan komputer. Kemudian, dia melanjutkan S2 di Australia tahun 1989 di bidang komputer dan melanjutkan S3 di bidang yang sama di The University of Western Australia.
Usai lulus kuliah S3, dia lantas mengajar dan meneliti di bidang Ilmu Komputer, sampai mendapat gelar profesor utama. "Maka di belakang nama saya ada tambahan gelar, IPU. Singkatannya Insinyur Profesional Utama," ujar Marsudi panjang lebar menjelaskan capaiannya di bidang IT.
"Oh itu setara dengan guru besar di perguruan tinggi, ya? tanya Luhut kembali.
"Iya," ujar Marsudi.
"Jadi sudah paling tinggi melebihi segalanya itu, ya?" timpal Luhut kembali.
"Iya, profesor dan profesional. Udah profesor, profesional lagi," ujar Marsudi sambil tertawa.
Mendengar dialog saling puji tak berkesudahan. Hakim MK Saldi Isra pun menegur kedua pihak ini. "Apa yang mau dicari sebenarnya? Cepatlah itu. Terangkan sudah itu. Pertanyaannya apa?" ujar Saldi Isra.
FIKRI ARIGI | DEWI NURITA | BUDIARTI UTAMI PUTRI