TEMPO.CO, Jakarta - Saksi ahli Jokowi-Ma'ruf, Edward Omar Sharif Hiraiej atau Eddy Hiraiej menyindir bukti-bukti yang dihadirkan tim kuasa hukum Prabowo-Sandi karena lebih banyak melampirkan klipping koran dan link berita sebagai bukti. Hal itu dia ungkapkan dalam sidang sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), di gedung MK, Jakarta, Jumat, 20/6.
Baca juga: Saksi Ahli Jokowi Tantang Kubu Prabowo Hadirkan SBY di sidang MK
Menurut Eddy, alat bukti itu tidak relevan dalam pengertian bukti petunjuk KUHAP. Guru Besar UGM ini menambahkan, secara mutatis mutandis, alat bukti petunjuk ini diadopsi dalam Pasal 36 juncto Pasal 37 berikut Penjelasan Pasal 36 dan Pasal 37 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
Inti kedua pasal tersebut berikut penjelasannya menyatakan bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat atau barang bukti berdasarkan penilaian Mahkamah Konstitusi dengan memperhatikan persesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain. Artinya, alat bukti petunjuk ini adalah mutlak kepunyaan hakim, bukan kepunyaan pemohon, bukan pula kepunyaan termohon ataupun pihak terkait. "Dengan demikian alat bukti petunjuk yang dijadikan dalil oleh Kuasa Hukum Pemohon, tidaklah relevan," ujar Eddy.
"MK bukanlah Mahkamah Kalkulator hanya terkait perselisihan hasil perhitungan suara, namun hendaknya juga MK jangan dijadikan Mahkamah Kliping atau Mahkamah Koran yang pembuktiannya hanya didasarkan pada kliping koran atau potongan berita," lanjut Eddy.
Sebelumnya, saat mendaftarkan gugatan sengketa hasil pilpres 2019 ke MK, Tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga melampirkan 51 alat bukti, dengan 34 di antaranya merupakan tautan atau link berita media online.
Link berita, dalam dokumen itu, berisi pemberitaan tentang pelanggaran pemilu dan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Misalnya, ketidaknetralan aparatur sipul negara, polisi, dan intelijen, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN.