TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum, Ali Nurdin, mengatakan posisi Ma'ruf Amin sebagai dewan pengawas di bank syariah bukan menjadi pejabat dalam perusahaan. Dia menyebutkan status itu berbeda dengan komisaris, direksi, pejabat, dan karyawan bank syariah.
Baca: Pengamat Sebut Jabatan Ma'ruf Amin Tak Relevan Jadi Bahan Gugatan
"Sehingga tidak ada kewajiban bagi calon wakil presiden atas nama Prof. Dr. KH. Ma`ruf Amin untuk mundur dari jabatannya sebagai pengawas syariah dari PT Bank BNI Syariah dan PT Bank Syariah Mandiri," ujar Ali dalam sidang sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 18 Juni 2019.
Dia menyebutkan aturan mengenai jabatan itu sudah sesuai dengan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang tahun 2013 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurut Ali, pasal itu mengatur pengertian BUMN, yaitu Badan Usaha Milik Negara yang seluruh atau yang sebagian milik negara melalui penyertaan secara langsung dari kekayaan negara yang dipisahkan.
"Dalam kasus ini, kedua bank yang dimaksud tidak tidak mendapatkan penyertaan langsung dari kekayaan negara yang dipisahkan, sehinga tidak dikategorikan sebagai BUMN," ujar Ali.
Selain itu, kata dia, ketentuan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2018 tentang Perbankan Syariah telah mengatur bahwa dewan pengawas syariah termasuk kategori pihak yang memberikan jasanya kepada bank syariah, seperti halnya akuntan publik, penilai, dan konsultan hukum.
Sebelumnya, kubu Prabowo mempermasalahkan posisi Ma’ruf Amin yang masih menjabat sebagai karyawan BUMN saat pencapresan berlangsung. Informasi itu tercantum dalam laman resmi BUMN Bank Mandiri yang menampilkan nama Ma’ruf Amin. Ma’ruf juga diduga masih menjabat Ketua Dewan Pengawas Syariah di Bank BNI.