TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Prabowo - Sandiaga Uno mengutip sejumlah pendapat ahli dalam berkas gugatan sengketa hasil pemilihan presiden 2019. Salah satu tim kuasa hukum, Teuku Nasrullah, membacakan sejumlah kutipan, salah satunya pendapat dari Yusril Ihza Mahendra, ketua tim kuasa hukum pasangan calon Jokowi - Ma'ruf Amin.
Sejumlah pandangan ini disampaikan untuk meminta MK tak dibatasi keadilan prosedural undang-undang, tetapi lebih menegakkan keadilan substantif konstitusi. Nasrullah berujar banyak pendapat ahli yang menguatkan hal ini. "Yang pertama, adalah rekan sejawat kami yang terhormat Profesor Yusril Ihza Mahendra, yang saat ini menjadi Ketua Tim Kuasa Hukum Paslon 01 ," kata Nasrullah.
Baca juga:Sidang MK Berlangsung Sampai 23.00, Ini Cara Hakim Jaga Stamina
Dia mengatakan, pada saat memberikan keterangan ahli yang diajukan oleh Prabowo Subianto-Hatta Rajasa selaku pemohon dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, Yusril menyampaikan pandangannya sebagai berikut ini.
Pada hemat saya, setelah lebih 1 dekade keberadaan MK, sudah saatnya pembentuk undang-undang atau malah MK sendiri dalam menjalankan kewenangannya untuk melangkah ke arah yang lebih substansial dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa pemilihan umum, khususnya dalam hal ini perselisihan pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Seperti misalnya, yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi Thailand yang dapat menilai apakah pemilu yang dilaksanakan itu konstitusional atau tidak, sehingga bukan persoalan perselisihan mengenai angka-angka belaka. Masalah substansial dalam pemilu itu sesungguhnya adalah terkait dengan konstitusionalitas dan legalitas dari pelaksanaan pemilu itu sendiri. Yakni, adakah masalah-masalah fundamental yang diatur di dalam konstitusi? Seperti asas pelaksanaan pemilu, yakni langsung, umum, bebas, dan rahasia, jujur, dan adil telah dilaksanakan dengan semestinya atau tidak, baik oleh KPU maupun oleh para peserta pemilihan umum, dalam hal ini adalah peserta pemilihan presiden dan wakil presiden, penyelenggara negara, penyelenggara pemerintahan, dan semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan pemilu. Begitu juga terkait dengan prosedur pencalonan
presiden dan wakil presiden, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Dasar.
Baca juga: 7 Materi Gugatan Kubu Prabowo di Sidang MK Terkait Pilpres
Selain persoalan konstitusionalitas, hal yang perlu menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi terkait dengan aspek-aspek legalitas pelaksanaan pemilu sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Memeriksa dengan saksama konstitusionalitas dan legalitas pelaksanaan pemilu dan memutuskannya dengan adil dan bijaksana menjadi sangat penting dilihat dari sudut Hukum Tata Negara. Karena Presiden dan Wakil Presiden terpilih harus memerintah dengan lebih dulu memperoleh legitimasi kekuasaan yang kalau dilihat dari perspektif Hukum Tata Negara legitimasi, dan konstitusional, dan legal menjadi sangat fundamental. Karena tanpa itu, siapa pun yang terpilih menjadi presiden dan wakil presiden akan berhadapan dengan krisis legitimasi yang akan berakibat terjadinya instabilitas politik di negara ini. Ada baiknya dalam memeriksa Perkara PHPU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden kali ini, Mahkamah Konstitusi melangkah ke arah itu.
Dalam sidang MK perkara sengketa pilpres 2019 itu, selain Yusril, pakar hukum lainnya yang dikutip di antaranya Saldi Isra, Refly Harun, Zainal Arifin Muchtar, dan lainnya. Nasrullah juga mengutip pandangan dari guru besar hukum Meulbourne University Law School, Tim Lindsey dan menyebut pemerintahan Jokowi bergaya neo Orde Baru.