TEMPO.CO, Jakarta-Tim kuasa hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (Prabowo-Sandi) meminta Mahkamah Konstitusi menetapkan kliennya menang pemilihan presiden 2019 dengan perolehan suara sebesar 52 persen. Permintaan ini tertuang dalam berkas gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Nomor 1/PHPU.Pres-XVII/2019 yang diunggah di situs resmi mkri.go.id.
Dalam petitumnya, tim kuasa hukum Prabowo-Sandi menyatakan perolehan suara Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebesar 48 persen. Angka ini berbeda dengan penetapan rekapitulasi perhitungan suara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum pada Selasa, 21 Mei lalu. Perhitungan KPU mencatat Jokowi-Ma'ruf meraih 55,50 persen, sedangkan Prabowo-Sandiaga 45,50 persen.
Baca Juga: Sengketa Pilpres Resmi Diregistrasi MK, Sidang Dimulai 14 Juni
"(Soal perhitungan) akan dijelaskan di sidang," kata tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, Denny Indrayana, melalui pesan singkat, Rabu, 12 Juni 2019.
Menurut tim kuasa hukum pasangan calon 02 ini, perolehan suara yang benar ialah 63.573.169 untuk Jokowi-Ma'ruf dan 68.650.239 atau 52 persen untuk Prabowo-Sandiaga. Sedangkan angka perhitungan KPU sebelumnya berturut-turut ialah 85.607.362 dan 68.650.239.
Tim kuasa hukum Prabowo menilai angka ini ditetapkan melalui cara-cara yang tidak benar, melawan hukum, atau setidak-tidaknya dengan disertai tindakan penyalahgunaan kekuasaan presiden inkumben Joko Widodo. Mereka menyebut kubu Jokowi-Ma'ruf melakukan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif.
Dalam berkas gugatan, tertulis bahwa angka itu diperoleh dari dokumen C1 yang dimiliki Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga. Dokumen itu juga dikoordinasikan dengan data dari relawan dan data C1 yang dimiliki Badan Pengawas Pemilu.
Simak Juga: Prabowo dan Sandiaga Minta Pendukung Tak Demo di MK
Selain petitum tersebut, ada 14 petitum lainnya dalam berkas gugatan perbaikan yang diajukan tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga. Jumlah ini lebih banyak ketimbang poin-poin petitum dalam berkas gugatan yang didaftarkan sebelumnya.
Beberapa poin petitum di antaranya mendiskualifikasi pasangan Jokowi-Ma'ruf, melakukan pemungutan suara ulang di sejumlah wilayah, meminta lembaga berwenang memberhentikan seluruh komisioner KPU, dan lainnya.