TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemenangan Nasional (BPN) yang mengusung pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Solahuddin Uno menolak hasil rekapitulasi suara nasional yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini disampaikan saksi dari kubu BPN Aziz Subekti.
Baca juga: Jokowi: Ada Kecurangan Lapor Bawaslu, Jangan Aneh-aneh
"Penolakan ini sebagai monumen moral bahwa kami tidak menyerah untuk melawan kecurangan, kebohongan, kesewenangan-wenangan, melawan ketidakadilan. Sekaligus pada saat bersamaan, juga untuk melawan tindakan apa saja yang akan mencederai demokrasi," kata Azis di ruang sidang KPU, Jakarta Pusat, Selasa 21 Mei 2019.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum atau KPU telah menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara nasional untuk pemilihan presiden, pemilihan legislatif dan dewan perwakilan daerah. Dalam ketetapan KPU, pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo atau Jokowi dan Ma'ruf Amin dinyatakan unggul dengan 55,50 persen.
Berdasarkan rekapitulasi yang dilakukan KPU, pasangan calon nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf mendapat 85.607.362 suara atau sebesar 55,50 persen. Sedangkan, pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno mendapat 68.650.239 suara atau sebesar 44,50 persen. Adapun, total jumlah sah pada pemilu presiden 2019 mencapai 154.257.601.
Selain itu, sejumlah saksi dari partai politik juga menolak hasil rekapitulasi KPU untuk pemilihan legislatif. Beberapa partai yang menyatakan menolak hasil rekapitulasi pemilu legislatif adalah, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Berkarya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerindra.
Saksi dari Partai Amanat Nasional Fikri Yasin mengatakan partainya menolak menandatangani hasil pileg untuk Provinsi Papua karena masih ada daerah pemilihan yang masih dipermasalahkan. "Jadi sebagaimana ada teman yang lain, kami belum bisa tanda tangan," kata Fikri.