TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara 72 Pondok Ranji, Ciputat, Tangerang Selatan, Darmawan Chatur, menilai bahwa tes kesehatan yang menjadi syarat administrasi menjadi petugas KPPS hanyalah fomalitas belaka.
Baca juga: IDI: Kelelahan Bukan Sebab Utama Meninggalnya Petugas KPPS
Baca Juga:
"Intinya adalah formalitas. Kami dites kesehatan bayangan kami kita melakukan pemeriksaan jantung, ada medical record dibawa," kata Chatur dalam diskusi di Gado-Gado Boplo, Jakarta, Sabtu, 18 Mei 2019.
Chatur mengatakan, tes kesehatan merupakan syarat wajib dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Para petugas pemilu diminta melakukan tes kesehatan di Puskesmas yang telah ditunjuk.
Chatur mengatakan, saat melakukan tes kesehatan, ia hanya menjalani pemeriksaan berupa tensi darah dan wawancara mengenai riwayat sakit yang dideritanya. Menurut dia, dengan pemeriksaan yang sederhana itu, tak sulit mendapatkan selembar kerta lolos uji kesehatan.
Dewan Pakar Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) M. Nasser menilai tes kesehatan perlu dievaluasi dalam pelaksanaan pemilu ke depannya. Ia melihat bahwa pemeriksaan di Puskesmas begitu sederhana, hanya tensi dan pertanyaan. "Bayangkan, dia keluar sehat jasmani dan terpenuhi syarat-syarat administratif. Menurut saya itu perlu dievaluasi," kata Nasser.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada Rabu, 15 Mei 2019, KPPS yang sakit sudah mencapai 11.239 orang dan korban meninggal 527 jiwa. Data berdasarkan hasil investigas Kementerian Kesehatan di 28 provinsi.
Berdasarkan hasil audit medik yang dilakukan Kementerian Kesehatan, meninggalnya petugas KPPS sebanyak 51 persen karena kardiovaskuler, seperti jantung, stroke, dan hipertensi. Kematian tertinggi kedua adalah asma dan gagal pernapasan. Kemudian kematian tertinggi ketiga sebesar 9 persen karena kecelakaan. Sisanya akrena diabetes, gagal ginjal, dan liver.