TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrat kurang sependapat dengan deklarasi kemenangan yang dilakukan calon presiden Prabowo Subianto. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Renanda Bachtar, menyatakan partainya ingin deklarasi dilakukan setelah ada pernyataan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca: Soal Instruksi SBY, Demokrat Bantah Tarik Diri dari BPN Prabowo
"Soal deklarasi duluan, ya, tentu Partai Demokrat enggak sreg dengan pendekatan itu. Sikap kami adalah menunggu sampai hitungan KPU selesai," kata Renanda kepada Tempo, Jumat, 19 April 2019.
Menurut Renanda, semestinya Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno juga menunggu pengumuman KPU. Ia pun menyayangkan BPN yang tak berkoordinasi dengan pemimpin Demokrat sebelum melaksanakan deklarasi. "Nyatanya, ketua umum kami tidak diberi tahu sebelumnya," ujar Renanda.
Baca juga: Begini Reaksi AHY Saat Ditanya Alasannya Tak ke Rumah Prabowo
Sikap Demokrat yang tak mau gegabah dalam mendeklarasikan kemenangan bukan tanpa alasan. Renanda mengatakan Demokrat tak ingin ikut serta berkontribusi pada hal-hal yang berpotensi menimbulkan polemik dan kegaduhan di tengah masyarakat.
Meski tercatat sebagai anggota koalisi pengusung Prabowo-Sandiaga, Partai Demokrat dinilai setengah hati bekerja bersama Gerindra, PAN, dan PKS. Sepanjang masa kampanye, Demokrat tak seaktif anggota koalisi lainnya.
Baca: AHY: Lebih Bijak Tunggu Hasil Resmi Pemilu 2019 Versi KPU
Beberapa kebijakan pemimpinnya pun berbenturan dengan keputusan koalisi. Partai itu cenderung mengambil jalan tengah. Berikut ini manuver Demokrat sepanjang pilpres 2019:
Ingin membuat poros ketiga
Awalnya, Demokrat ingin membentuk poros ketiga dengan menggandeng PKB dan PAN, tapi gagal.
Ingin masuk koalisi Jokowi
Setelah gagal membentuk poros ketiga, Yudhoyono berupaya menjajaki kemungkinan untuk masuk ke koalisi Jokowi, tapi terhalang konflik dengan Megawati.
Menjajaki koalisi Prabowo
Demokrat lantas menyodorkan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai calon wakil presiden Prabowo.
Sebutan jenderal kardus
Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat Andi Arief menyebut Prabowo sebagai jenderal kardus. Pengurus partai itu marah karena Prabowo akhirnya memilih Sandiaga sebagai calon wakil presiden.
Kritik terhadap kampanye akbar di Gelora Bung Karno
Yudhoyono menilai kampanye akbar Prabowo-Sandiaga di Gelora Bung Karno, Jakarta, tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif.
Instruksi kepada kader Demokrat
Setelah hasil hitung cepat muncul, Yudhoyono memerintahkan kader Demokrat agar tidak terlibat dalam kegiatan Badan Pemenangan Nasional yang berpotensi melanggar undang-undang dan konstitusi.
Kritik terhadap deklarasi Prabowo
Yudhoyono kembali melontarkan kritik terhadap Prabowo. Kali ini sasarannya adalah deklarasi kemenangan yang dilakukan Prabowo.