TEMPO.CO, Yogyakarta - Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono alias Sultan HB X bersama keluarga besar Keraton Yogyakarta menggunakan hak pilihnya saat pemilu 2019 ini di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 15, Kelurahan Panembahan, Kecamatan Kraton Yogyakarta. Ini adalah TPS turun-temurun, karena sejak 1955 tempat ini sudah digunakan untuk lokasi coblosan.
Baca juga: Sultan Hamengku Buwono X Tak Ada Tekanan Memilih di Pemilu 2019
Lokasi TPS Sultan dan keluarganya yang bernama Ndalem Cokronegaran di Jalan Magangan Wetan Kota Yogya itu hanya berbatasan pagar dengan pintu Keraton sisi selatan. Tepatnya Bangsal Magangan.
Lokasinya yang dekat membuat Sultan dan keluarga cukup berjalan kaki saat menuju tempat itu. Bahkan, di pagar pembatas komplek Keraton ada pintu yang menghubungkan langsung ke lokasi TPS tersebut. Sultan dan keluarga pun tak sampai perlu ke luar ke jalan kampung.
Suasana lokasi TPS Sultan mencoblos itu berada di bangunan yang masih kental dengan nuansa klasik namun elegan khas Keraton. TPS itu menghadap taman yang luas dan asri.
Bangunan itu didominasi pilar-pilar penuh ukiran warna putih emas, ornamen dinding, lampu kristal, kaca, pintu serta jendela yang berukuran besar menambah anggun bangunan satu lantai yang juga bernuansa lebih modern itu.
Suasana pendapa tempat penempatan bilik suara di bangunan itu juga sangat lega. Membuat Sultan serta para warga yang mengantre menggunakan hak pilihnya di lokasi itu berasa adem. Seolah, masih berada di dalam komplek keraton.
"Dulu bangunan ini namanya Ndalem Joyokusuman, lalu berubah menjadi Cokronegaran saat berpindah pemilik,” ujar Lurah Panembahan, Kecamatan Keraton, Yogya, Purnama di sela memantau pelaksanaan pemungutan suara di TPS 15 itu, Rabu 17 April 2019.
Nama Ndalem Joyokusuman merujuk nama adik Sultan HB X, Gusti Bendara Pangeran Hario (GBPH) Joyokusumo yang sudah mangkat atau meninggal dunia di penghujung tahun 2013 silam.
Lalu sejak sekitar delapan tahun silam, bangunan itu berubah namanya menjadi Ndalem Cokronegaran, setelah dimiliki Kanjeng Pangeran Hario Cokrohadiningrat yang lebih banyak bermukim di Jakarta.
Bambang Widjanarko, pengelola Ndalem Cokronegaran menuturkan rumah itu memiliki luasan tanah 1900 meter persegi dengan luas bangunan utama sekitar 900 meter.
Bagian-bagian ruang bangunan itu seperti rumah adat Jawa atau Joglo. Meliputi ruangan pringgitan, emper (teras), pendhapa (ruang tamu), senthong kiwa (kamar tidur bagian kiri), senthong tengen (kamar tidur bagian kanan).
Bambang menuturkan, rumah tersebut telah digunakan sebagai TPS sejak pemilu pertama tahun 1955. Sehingga jika kini rumah itu kembali digunakan sebagai TPS di area Keraton Yogyakarta, seperti mengulang tradisi.
“Jadi seperti tradisi yang diteruskan, rumah ini sejak pemilu pertama atau masa Sultan HB IX juga selalu digunakan sebagai TPS di area Keraton, meski sudah ganti pemilik,” ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO (Yogyakarta)