TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan pengerahan massa besar-besaran dalam kampanye terbuka para pasangan calon presiden-wakil presiden tak akan meningkatkan elektabilitas. “Kampanye semacam itu tidak akan menambah asupan elektoral signifikan terhadap kandidat," kata Pangi melalui siaran pers, Senin, 8 April 2019.
Pangi menilai kampanye dengan pengerahan massa itu sudah usang dan tidak efektif. Sebab, kampanye terbuka seringkali digunakan sebagai ajang gagah-gagahan dan unjuk kekuatan. Alasan berikutnya, kata dia, berkaitan dengan inefisiensi anggaran.
“Anggaran yang sangat besar yang dikeluarkan dalam model kampanye semacam ini tidak punya korelasi positif dengan semakin luasnya dukungan politik yang diperoleh masing-masing kandidat," kata dia.Suasana saat Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo berpidato dalam kampanye di Gedung Serbaguna Rambate Rata Raya, Asahan, Sumatera Utara, Sabtu 6 April 2019. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Sebelumnya, Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Fadli Zon, mengklaim kampanye akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, 7 April 2019, merupakan kampanye terbesar selama proses pemilu 2019. Fadli yakin keriuhan kampanye itu sulit ditandingi kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Sedangkan, Ma’ruf Amin, calon wakil presiden nomor rut 01, menilai jumlah massa yang hadir saat kampanye terbuka Prabowo-Sandi itu biasa saja. “Tunggu tanggal 13 April nanti,” kata Ma'ruf lewat keterangan tertulis pada Ahad, 7 April 2019. Pada tanggal itu kubu Jokowi juga akan menggelar kampanye terbuka di stadion GBK.
Pangi mewanti-wanti kampanye terbuka tidak memperluas basis segmen pemilih. Hadirnya massa dalam jumlah besar tidak menjadi jaminan bahwa kemenangan menjadi milik kandidat tertentu. Mereka yang hadir sebagian besar sudah dipastikan akan mendukung kandidat yang bersangkutan. “Sisanya hanya ikut-ikutan.”
Pangi menurutkan kampanye terbuka hanya memberikan ilusi kemenangan bagi Paslon di Pilpres. Efek psikologis hadirnya massa yang besar ini juga punya sisi negatif baik terhadap kandidat maupun pendukungnya. "Mereka merasa dapat dukungan besar dan luas dari masyarakat sehingga 'perasaan' rasa-rasa akan memenangkan kompetisi semakin memuncak."
Ia menjelaskan massa yang hadir di kampanye terbuka jika dibandingkan dengan jumlah persentase pemilih sangatlah sedikit. Belum lagi, massa yang hadir, orangnya, ya, itu itu saja. "Kampanye terbuka paslon 01 mereka hadir, begitu kampanye 02 mereka juga hadir. Yang penting happy bisa menikmati hiburan dan syukur syukur dapat uang transportasi."
IRSYAN HASYIM I DEWI NURITA