Narasi-narasi itu selalu disampaikan Jokowi di setiap titik kampanye terbukanya. Sementara Prabowo Subianto memiliki banyak celah mengangkat isu yang berbeda-beda di setiap kampanye-nya. Kendati, yang disampaikan Prabowo juga hampir semuanya tentang kegagalan Jokowi dan retorika perubahan seperti janji mengubah Indonesia dalam 100 hari, meskipun tanpa program konkret yang ditawarkan kepada masyarakat.
Baca: Sebut Sudah 11 Kali ke Papua, Jokowi Targetkan 80 Persen Suara
Menurut Adi, narasi Prabowo akan tetap negatif dan konsisten mengkapitalisasi kelemahan inkumben. Kerja politik Prabowo, kata dia, tidak didasarkan pada survei melainkan didasarkan pada keyakinan membludaknya massa yang datang di setiap kampanye Prabowo.
"Apalagi Prabowo punya alat bantah terhadap survei yang kerap meleset seperti pilkada DKI, Jabar, dan Jateng. Kerja Prabowo lebih kepada dukungan rakyat langsung," ujar dia.
Sementara itu Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menilai, baik Jokowi maupun Prabowo sama-sama masih dangkal narasinya karena belum detail dan belum menjawab apa yang sedang ditunggu-tunggu publik. "Narasi perut rakyat yang harus diperdalam," ujar Pangi saat dihubungi terpisah.
Dia menyebut, keringnya narasi politik Jokowi dan Prabowo inilah yang menjadi alasan angka undecided voters belum menyusut signifikan, masih di kisaran 10-15 persen. "Ini semua karena rakyat tidak yakin dengan janji dan menu narasi yang mereka sajikan untuk bisa dilahap," ujar Pangi.
Survei Cyrus teranyar Indobarometer, sebulan menjelang hari-H pencoblosan menunjukkan, Jokowi-Ma’ruf Amin masih unggul dengan elektabilitas 50,8 persen, sedangkan Prabowo-Sandiaga Uno 32 persen dan pemilih yang belum menentukan pilihan 17,2 persen.
Jika suara pemilih yang belum menentukan pilihan dibagi secara proporsional, Indo Barometer memproyeksikan Jokowi-Ma’ruf mendapatkan 61,3 persen suara pada 17 April. Namun, kalkulasi matematis itu disebut bisa berbalik merugikan bila para pendukung Jokowi-Ma’ruf memilih golput atau tidak mendatangi TPS. Sebaliknya, pendukung Prabowo-Sandi dikenal militan.
Baca juga: Amien Rais Ancam People Power, Jokowi: Jangan Menakuti Rakyat
Peneliti Indo Barometer Hadi Suprapto Rusli menghitung-hitung kekalahan Jokowi-Ma’ruf dimungkinkan jika 40 persen pendukungnya saat disurvei tidak datang memilih. “Jadi golput ini pekerjaan rumah terbesar Jokowi-Maruf. Golput menjadi variabel yang dapat membatalkan kemenangan,” kata Hadi saat merilis hasil survei lembaganya, Selasa, 2 April 2019.