TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan apa yang ia maksudkan "kau" dalam puisi Doa yang Ditukar bukanlah ditujukan kepada Kiai Maimoen Zubair. Ia berkilah bahwa puisinya itu telah terang-terngan menyebut kata 'penguasa'.
"Emang mbah Moen penguasa? Lagian itu kan puisi. Tapi kalau mau digoreng, ya digoreng aja, silakan," kata Fadli Zon di Seknas Prabowo - Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 12 Februari 2019.
Baca Juga:
Fadli Zon juga menuturkan tak ada pelanggaran hukum dalam puisinya itu. Dengan demikian, ia merasa tak perlu meminta maaf atas puisinya itu. "Ini mau melaporkan puisi? Silakan saja laporkan puisinya, tapi puisi itu kan bagian dari ekspresi," ujar Fadli.
Sebelumnya, massa yang tergabung dalam Aliansi Santri Membela Kiai menggelar unjuk rasa di alun-alun Kudus, Jawa Tengah, Jumat 8 Februari 2019 lalu. Massa menuntut Fadli Zon agar minta maaf soal puisi yang telah ia tulis itu.
Menurut Arsul Sani, Sekretaris Jenderal PPP, gerakan tersebut sebagai ekspresi kemarahan kaum santri atas penghinaan terhadap Kiai Mbah Moen. "Ekspresi kemarahan kaum santri atas apa yang mereka anggap sebagai penghinaan terhadap Kiai (Maimun Zubair) oleh Fadli Zon," kata Arsul melalui pesan singkat kepada Tempo, Jumat, 8 Februari 2019.
Fadli Zon, kata Arsul, dianggap telah menghina Kiai melalui sebuah puisi. Arsul juga mengatakan banyak pihak telah meminta Fadli Zon untuk meminta maaf secara jantan atas puisinya itu kepada Maimun Zubair. "Tapi didiamkan saja.".
Berikut adalah puisi Fadli Zon berjudul Doa yang Ditukar yang dipermasalahkan itu:
DOA YANG DITUKAR
doa sakral
seenaknya kau begal
disulam tambal
tak punya moral
agama diobral
doa sakral
kenapa kau tukar
direvisi sang bandar
dibisiki kacung makelar
skenario berantakan bubar
pertunjukan dagelan vulgar
doa yang ditukar
bukan doa otentik
produk rezim intrik
penuh cara-cara licik
kau penguasa tengik
dengarlah doa-doa kami
dari hati pasrah berserah
memohon pertolonganMu
kuatkanlah para pejuang istiqomah
di jalan amanah
Tonton: Puisi Fadli Zon Menuai Protes, Diduga Menghina Kiai