TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio memperkirakan pada debat calon presiden (capres) 17 Februari mendatang, kedua calon diperkirakan akan tampil lebih otentik. Sebabnya, pada debat capres kali ini tak ada lagi kisi-kisi pertanyaan.
Berita terkait: Sandiaga Janji Prabowo Beri Sesuatu yang Berbeda di Debat Capres Kedua
"Jadi kedua capres akan lebih natural memperlihatkan jawaban otentiknya," kata Hendri Satrio di Jakarta, Selasa, 12/2. Hendri memprediksi debat capres kedua ini akan lebih banyak terjadi saling serang dari kedua pihak sehingga akan terasa lebih seru daripada debat pertama.
Debat capres kedua ini hanya akan dijalani para capres yakni Jokowi dan Prabowo Subianto. Pilpres 2019 diikuti dua pasangan calon yakni nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin dan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Hendri memperkirakan kedua kandidat juga akan banyak melakukan penyajian data dalam debat capres babak 2 ini. “Mengingat tema debat kedua lebih banyak mengenai perkembangan ekonomi, khususnya ekonomi, energi, dan pangan.”
Dengan adanya data dia berharap terjadi adu keakuratan data. Hendri berpendapat nantinya jika ada jawaban salah dari capres, justru tidak apa-apa karena itu menunjukkan autentiknya. “Atau jawaban tidak tahu juga tidak masalah, tinggal bagaimana capres menyampaikan ketidaktahuannya, makanya harus siap-siap data."
Pendapat lainnya, kedua calon presiden akan ditantang mencetuskan solusi untuk penurunan impor migas dan juga lambatnya peningkatan eksplorasi minyak. Kedua masalah itu telah menjadi biang kerok defisit neraca migas yang sebesar 11,6 miliar dolar AS pada tahun 2018.
Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu mengatakan impor migas, termasuk di dalamnya impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM), telah sangat membebani defisit neraca transaksi berjalan dan turut menguras cadangan devisa pada tahun 2018.
Ketika permintaan BBM dalam negeri terus meningkat, kata Gus Irawan, kegiatan eksplorasi sumber-sumber migas justeru terus menurun. "Produksi bukan lagi stagnan, melainkan menurun. Itu akhirnya impor migas kita naik terus. Belum ada kebijakan signifikan bisa menaikkan lifting minyak," kata Gus.
Politikus Gerindra itu mengatakan meningkatnya impor migas ini dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi sumber keprihatinan mengenai ketahanan energi di Tanah Air.