TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan, menilai gaya ofensif Joko Widodo atau Jokowi merupakan strategi yang sengaja digunakan capres inkumben. Djayadi memperkirakan hal itu karena Jokowi kerap dinilai kurang tegas dibandingkan lawannya.
Baca: TKN Sebut Melaporkan Jokowi Soal Propaganda Rusia Tak Berdasar
“Tampaknya Jokowi merasa perlu menunjukkan kepada masyarakat terutama pendukungnya bahwa dia juga pemimpin yang bisa tegas,” ujar Djayadi selepas menghadiri publikasi survei terbaru Populi Center, di kantor Populi Center, Jakarta, Kamis 7 Februari 2019.
Djayadi mengatakan Prabowo sebagai rival Jokowi dalam beberapa survei unggul dari sisi ketegasan. Survei Populi Center yang baru saja dirilis menjadi salah satu survei yang menunjukkan Jokowi kalah tegas dari Prabowo.
Menurut sigi Populi Center, yang dilakukan pada 20-27 Januari 2019, soal ketegasan Jokowi mendapat angka 40 persen, sedangkan Prabowo 50,7 persen. Maka dengan Jokowi tampil ofensif, kata Djayadi, bisa jadi daya tarik bagi para pendukungnya yang menginginkan dia tegas.
Dugaan lain, Djayadi mengatakan Jokowi ingin mengklarifikasi secara langsung isu-isu yang selama ini dialamatkan kepadanya. Bisa jadi, kata dia, Jokowi sekaligus ingin menyerang balik para penyerangnya dengan gaya ini.
“Misalnya soal isu antek asing, dia ingin menunjukkan dia diserang dengan isu-isu tersebut seperti antek asing, atau tidak peduli dengan Islam dan sebagainya. Bahwa justru hal tersebut terjadi di kubu lawan,” ujarnya.
Baca: Propaganda Rusia, Aliansi Anti Hoax Laporkan Jokowi ke Polisi
Atau ini bisa juga wujud dari kekesalan Jokowi terhadap isu yang menerpanya itu. Lalu ia melampiaskannya dengan menyerang. Djayadi menambahkan, apabila hal terakhir ini yang jadi alasannya, ia mengingatkan agar jangan sampai sikap ofensif ini menimbulkan kesan yang negatif.
“Cuma jangan sampai itu menunjukkan kesan bahwa dirinya pemimpin yang mudah tersinggung, pemimpin yang lemah atau mengeluh,” ujar dia.