TEMPO.CO, Jakarta -Atase Pers Kedutaan Besar Rusia di Indonesia, Denis Tetiushin, mengatakan kedutaannya tak menuntut permintaan maaf atas istilah propaganda Rusia yang dilontarkan calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo atau Jokowi, beberapa waktu lalu.
Baca: Duta Besar Rusia Bantah Jokowi Soal Propaganda Rusia
"Tidak (menuntut permintaan maaf), yang kami ingin adalah menyampaikan posisi Rusia tidak campur tangan pada urusan dalam negeri negara-negara asing," ujar Denis kepada Tempo, Rabu, 6 Februari 2019.
Sebelumnya, Denis mengatakan kedutaannya tak ingin istilah ini digunakan dalam kontestasi politik di Indonesia. "Kami tidak ingin istilah ini dipakai, karena istilah propaganda Rusia adalah fitnah murni yang diciptakan oleh Amerika Serikat," ujar dia, dua hari yang lalu.
Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi menuntut Jokowi meminta maaf kepada BPN dan Kedutaan Rusia terkait tudingan kubunya yang menggunakan propaganda Rusia tersebut.
Sementara itu, Jokowi mengatakan pernyataannya tentang propaganda Rusia tidak bermaksud menyinggung Rusia sebagai satu negara. Ia menjelaskan hanya berbicara tentang teori firehose of falsehood yang dikemukakan oleh lembaga think-tank asal Amerika Serikat, RAND Corporation.
"Jadi ini bukan urusan negara," ujar Jokowi usai menghadiri peringatan ulang tahun Himpunan Mahasiswa Islam ke-72 di Jalan Purnawarman nomor 18, Jakarta, Selasa, 5 Februari 2019.
Jokowi menyatakan Indonesia dan Rusia memiliki hubungan bilateral yang baik. Ia mengklaim memiliki kedekatan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. "Saya dengan Presiden Putin sangat-sangat baik hubungannya," ujar dia.
Baca: Jokowi Serang Balik Kubu Prabowo, Fadli Zon: Dia Putus Asa
Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf telah menggunakan istilah propaganda Rusia sejak Oktober 2018, ketika kasus hoaks Ratna Sarumpaet terbongkar. Influencer TKN, Budiman Sudjatmiko menuding kubu Prabowo Subianto - Sandiaga Uno telah menggunakan teori propaganda Rusia atau yang dikenal dengan Firehose of Falsehood atau “slang pemadam kebohongan", karena memanfaatkan kebohongan sebagai alat politik. Namun, BPN membantah.