TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tengah melakukan investigasi terkait peredaran tabloid Indonesia Barokah. Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan investigasi ini dilakukan untuk mengetahui dalang di balik peredaran dan pembuatan tabloid tersebut.
Baca: Polri dan PT Pos Hentikan Peredaran Tabloid Indonesia Barokah
"Karena kan ada dua permasalahan yang kami lihat. Sebenarnya siapa yang menjadi terlapor dalam kasus ini," ujar Fritz usai menjadi pembicara dalam diskusi RRI, Jakarta, Selasa, 29 Januari 2019.
Menurut Fritz, Bawaslu sebelumnya menyatakan bahwa tabloid Indonesia Barokah tak memenuhi syarat melanggar pidana pemilu. Namun, kata dia, hal itu bisa saja masuk kategori pidana pemilu jika sesuai dengan Pasal 280 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. "Berarti kan harus siapa dia, apa bentuk pelaksana, peserta pemilu atau tim kampanye misalnya," ucapnya.
Fritz mengatakan saat ini lembaganya baru sebatas mencegah peredaran tabloid Indonesia Barokah. Sebab, kata dia, banyak laporan dari masyarakat bahwa tabloid itu meresahkan. "Penyebarannya kemarin hampir seluruh indonesia," katanya.
Baca: Soal Tabloid Indonesia Barokah, Polri Tunggu Surat Dewan Pers
Fritz menuturkan ada beberapa provinsi yang sudah dimasuki tabloid Indonesia Barokah. Contohnya saja, kata dia, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Papua Barat, NTT, NTB, Bali, Sumatera Selatan, Sumatera Utata, dan Kalimantan Timur. "Paling banyak di daerah Yogyakarta. Tapi sudah terdistribusi di hampir seluruh provinsi," kata dia.
Polemik tentang Indonesia Barokah mencuat setelah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai konten informasi pada tabloid tersebut menyudutkan pasangan yang mereka usung. Dalam edisi perdananya pada Desember 2018, Indonesia Barokah menurunkan tulisan sampul muka berjudul “Reuni 212: Kepentingan Umat atau Kepentingan Politik”.
Halaman depan tabloid dilengkapi karikatur seseorang yang mengenakan sorban dan memainkan dua tokoh wayang. BPN kemudian melaporkan tabloid yang beredar di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta itu ke Dewan Pers serta Bawaslu.