Koordinator Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam, Merah Johansyah mengkritik visi misi Jokowi - Ma'ruf Amin. Menurut Merah, visi dan misi paslon yang akan disampaikan dalam debat pilpres itu hanya akan bicara di tataran umum yang tidak spesifik menjanjikan penyelesaian terhadap berbagai kasus terhadap pengrusakan lingkungan.
Merah menyebut visi misi paslon masih sebatas formalitas. Salah satunya, ujar dia, dikarenakan banyak di antara pemilik perusahaan besar, termasuk perusahaan tambang dan batu bara, merupakan milik dari timses ataupun penyandang dana yang bercokol di belakang kubu Jokowi.
Merah mencontohkan PT Kutai Energi milik Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang sudah lama menjadi sorotan lembaganya. Dia menyebut perusahaan ini bertanggung jawab atas pencemaran dan pengrusakan lingkungan di Kalimantan Timur akibat operasi tambang perusahaan yang dekat dengan permukiman warga. Sedangkan Luhut merupakan bagian dari pemerintah saat ini dan berada di belakang tim pemenangan Jokowi - Ma'ruf.
Simak: Kata Timses, Gaya Jokowi pada Debat Pilpres Kedua Bakal Berbeda
"Jadi, percuma pemerintah datang ke konvensi internasional perubahan iklim, berkomitmen menurunkan emisi laju karbon, selama batu bara masih menjadi sumber utama dalam oligarki bisnis politik," ujar Merah, kemarin.
Jatam juga menyoroti RPJMN 2014-2019 yang mematok jumlah 450 juta ton produksi batu bara. Sementara, saat ini jumlah produksi batu bara sudah lebih dari 500 juta ton. Dia mensinyalir hal tersebut terjadi karena konflik kepentingan tersebut.
"Jadi, kalau kita lihat apa ada masa depan lingkungan hidup Indonesia bersih dari energi kotor batu bara? Nampaknya masih jauh.” Manurut Jatam, 229 anggota DPR semuanya berhubungan dengan bisnis besar seperti tambang dan batubara. Pemiliknya sebagian besar menjadi penyandang dana yang bercokol di belakang dua kandidat," ujar Merah.