TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Direktorat Advokasi dan Hukum Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Habiburokhman mengaku kecewa dengan Badan Pengawas Pemilu terkait definisi pelanggaran kampanye. Habiburokhman menilai Bawaslu terlalu kaku dan konservatif perihal definisi tersebut.
Baca: Bawaslu Catat 192 Ribu Pelanggaran selama 3 Bulan Masa Kampanye
Hal ini disampaikan Habiburokhman menyusul pernyataan Bawaslu bahwa Tabloid Indonesia Barokah tidak mengandung unsur pelanggaran kampanye. "Kalau mereka hanya berpegangan ke Pasal 280 (tentang larangan kampanye dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu), ya enggak akan ketemu yang begini-begini," kata Habiburokhman dalam acara diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 26 Januari 2019.
Habiburokhman mengkritik sikap Bawaslu yang merujuk pada definisi kampanye sebagai penyampaian visi misi kandidat calon presiden-wakil presiden. Jika merujuk aturan itu, Habiburokhman mengakui tak ada visi misi Joko Widodo-Ma'ruf Amin dalam Tabloid Indonesia Barokah. Namun, kata dia, substansi yang termuat dalam tabloid itu merugikan pasangan calon yang dia usung.
"Kontestan pemilu kan cuma dua. Seperti teori fisika saja, kalau yang ujung satu ditekan, ujung lainnya naik," kata politikus Partai Gerindra ini.
Baca juga: Bawaslu Kesulitan Bongkar Aktor Dibalik Tabloid Indonesia Barokah
Habiburokhman melanjutkan, pembuat Undang-undang dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat merumuskan keberadaan Bawaslu sebagai otoritas tertinggi untuk mengawasi pemilu. Dia mengklaim timnya ingin memastikan pemilihan presiden berjalan sesuai prinsip pemilu, di antaranya lurus, bersih, jujur, dan adil. Habiburokhman pun menganggap sikap Bawaslu yang terlalu kaku malah bisa berdampak buruk menimbulkan kontroversi di masyarakat.
"Kalau Bawaslu terlalu konservatif, terlalu formal merespons seperti ini, yang terjadi menurut saya bahaya, " ujarnya. "Rakyat kita ini kan banyak, kalau ada masalah yang tidak ada jalan penyelesaiannya kami khawatir mereka melakukan tindakan sendiri-sendiri."
Dia menambahkan tim BPN bisa saja melaporkan dugaan fitnah dan hoaks yang disebarkan lewat Indonesia Barokah ke kepolisian. Namun, kata dia, proses di kepolisian dinilai berjalan lama karena harus melalui penyelidikan, penyidikan, dan persidangan.
Proses pidana di kepolisian pun, menurut Habiburokhman, baru bisa dilakukan jika Dewan Pers telah mengeluarkan keputusan bahwa Indonesia Barokah bukan produk jurnalistik. Kata dia, bisa-bisa proses hukum itu baru inkracht setelah pilpres usai. "Padahal yang kami mau pemilunya berkualitas agar hasilnya legitimate," kata dia.