TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Partai Gerindra Heri Budianto menilai isu penculikan 1998 yang lekat dengan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto, tak akan laku lagi di pemilihan presiden 2019. Hal tersebut diungkapkan Heri menjawab kemungkinan kubu lawan menyerang Prabowo dengan isu tersebut saat debat kandidat capres dengan tema HAM.
Menurut Heri, hal itu hanya isu lama berhembus dan tidak jelas sumbernya. "Kalau kita bicara hukum, kan harus ada fakta hukum. Saya kira, sudahlah membangun narasi-narasi seperti itu. Enggak akan laku di masyarakat isu seperti itu," kata Heri di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Jumat, 21 Desember 2018.
Baca: BPN Klaim Elektabilitas Prabowo - Sandiaga Meningkat 15 Persen
Menurut Heri, jika terbukti bermasalah, maka Prabowo tak akan bisa maju berkali-kali di kontestasi pilpres. "Saya kira kasus ini sudah clear dan masyarakat sudah cerdas memilah mana yang benar dan tidak," ujar bekas Direktur Eksekutif Polcomm Institute itu.
Isu kasus penculikan 1998 yang membawa-bawa nama Prabowo Subianto kembali mencuat menjelang pemilihan presiden 2019. Pada pilpres 2014 lalu, isu yang sama beredar. Bahkan, Surat Dewan Kehormatan Perwira (DKP) terkait pemberhentian Letnan Jenderal Prabowo Subianto pada tahun 1998, juga tersebar di sosial media.
Baca: Prabowo Calon Presiden, KontraS: Bukti Impunitas Masih Kuat
Isu itu semakin kencang ketika Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi membenarkan substansi surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang beredar luas di sosial media dalam sebuah acara wawancara di salah satu stasiun televisi swasta pada 2014 silam. Saat itu, Fachrul juga mengungkit bahwa Prabowo kurang pantas menjadi RI-1 karena rekam jejak mantan Danjen Kopassus itu di militer.
Menjelang pilpres 2019 ini, Fachrul mengaku bahwa dirinya tidak akan mengungkit hal serupa kepada publik. "Dulu bapak pernah sampaikan itu sekali saja. Setelah itu enggak pernah lagi. Kalau kemudian orang mengulang-ulang lagi, selama tidak dilarang KPU, ya silakan saja," ujar Ketua Tim Bravo-5 (Tim purnawirawan pemenangan Jokowi) itu kepada Tempo, Oktober lalu.