TEMPO.CO, Sleman – Lembaga riset HICON-Law & Policy Strategic merilis hasil riset dan mapping mengenai pasangan capres dan pilpres 2019 pascapenetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak September hingga Desember 2018.
Dari hasil riset tersebut, Kepala Departemen Politik HICON-Law & Policy Strategic, Puguh Windrawan mengatakan strategi kampanye pasangan capres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin dengan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno saling bertolak belakang.
Baca: Survei Internal: Ma'ruf Amin Belum Kerek Elektabilitas Jokowi
"Prabowo-Sandi cenderung agresif, sedangkan Jokowi-Ma’ruf cenderung menunggu," kata Puguh dalam Diskusi Media dan Konferensi Pers Hasil Paparan Riset dan Mapping bertema “Memprediksi Golput daari Visi Misi Capres dan Cawapres pada Pemilu 2019” di Linglung Coffee & Eatery, Sleman pada Selasa, 18 Desember 2018.
Puguh mengatakan keagresifan elit politik paslon nomor urut 02 terlihat dalam mengkritik isu-isu perekonomian dan pembangunan infrastruktur calon inkumben. Sedangkan masyarakat bawah, menurut dia, mengkritik apapun yang bisa dikritik dari kebijakan inkumben. “Grass root-nya lebih sporadis. Bisa dilihat dari diskusi di grup-grup Whatsapp,” ujarnya.
Sementara itu, kata Puguh, kubu inkumben cenderung menunggu isu-isu yang dilontarkan pihak lawan. “Ketika ada isu dari lawan, petahana sibuk mengklarifikasi isu dengan cara reaktif,” ujarnya.
Baca: Prabowo Sebut Indonesia Punah Jika Kalah, PPP: Semprotan Bohong
Sedangkan massa bawahnya, menurut Puguh, cenderung lebih suka mengglorifikasi infrastruktur yang dibangun dari kebijakan inkumben. Hal itu tampak nyata ketika massa akar rumput membanggakannya di media-media sosial.
Hasil riset juga mengungkapkan perbedaan dari sisi gaya kampanye. Puguh mengatakan kubu Prabowo-Sandiaga lebih propagandis dan beberapa kali ditemukan gaya menyerang pribadi inkumben. “Seperti penggunaan terminologi plonga-plongo,” kata dia.
Sementara itu, menurut Puguh, Jokowi secara pribadi memainkan personal branding dengan menarasikan selaku keluarga harmonis. Seperti cara Jokowi berkomunikasi dengan istrinya, cucunya dan anak-anaknya di berbagai acara. “Dan itu dipamerkan di media sosial. Narasinya jelas secara simbolis menyerang Prabowo,” kata Puguh.
Baca: Prabowo Lontarkan Gagasan Membentuk Fusi ke Elite Partai Koalisi
Sayangnya, Puguh menilai timnya kurang masif mengkampanyekan situasi tersebut. Begitu pula ketika Jokowi blusukkan ke pondok-pondok pesantren di wilayah Jawa Timur. “Kalau kemudian Jokowi bilang dia merasa sendiri, mungkin ada benarnya,” kata Puguh.
Hal tersebut, kata Puguh, berbeda dengan tim kampanye Prabowo yang dinilai lebih militan. Mereka menyebarkan informasi di grup-grup Whatsaap juga media sosial terutama Instagram, Twitter dan Facebook tanpa perlu diskusi panjang.
Namun, Puguh mengatakan sosok Prabowo cenderung mempunyai gaya bahasa lisan dan gaya bahasa tubuh yang acapkali kurang tepat. Celetukan dan kritikan Prabowo terhadap inkumben maupun kelompok-kelompok publik seringkali memunculkan kontroversi dan meramaikan media sosial.
Baca: Kubu Jokowi Akan Ubah Gaya Komunikasi Ma'ruf Amin Jadi Bervariasi
“Tapi kelemahan Prabowo ditutupi strategi kampanye Sandi yang santun. Bahkan cenderung menduplikasi gaya Jokowi,” kata Puguh. Seperti gaya kampanye blusukan ke pasar-pasar tradisional, lebih mudah mendekati dan diterima banyak orang.
Dari sisi calon inkumben, Puguh menyebut kelemahannya adalah keberadaan cawapres Ma’ruf Amin yang dinilai belum maksimal melakukan kampanye ketimbang Sandiaga. Namun HICON memprediksi akan ada perubahan gaya dari Ma’ruf mulai Januari 2019 hingga menjelang pemungutan suara pada April 2019. “Ma’ruf akan agresif merangkul pemilih muslim tradisional. Bagaimana pun dia politisi berpengalaman,” kata Puguh.
Riset yang dilakukan HICON tersebut menggunakan metodologi kualitatif yang berperspektif sosiologis dan menggunakan pendekatan nalar fenomenologis. Dari pendekatan itu, mereka memotret para capres dan cawapres lewat pola dan strategi kampanyenya.