TEMPO.CO, Jakarta - Ma'ruf Amin mengatakan sah-sah saja jika ulama berpolitik. Menurut calon wakil presiden nomor urut 01 itu, dari dulu ulama berpolitik.
Baca: Tim Jokowi Atur Energi Kampanye Ma'ruf Amin
Ia mencontohkan, pada zaman dulu ulama malah masuk politik kepartaian, seperti Partai Masyumi dan Partai Nahdluatul Ulama. Ulama, kata dia, ada yang jadi menteri, perdana menteri dan wakil perdana menteri.
Ma'ruf mengatakan ada dua istilah, yaitu ulama politik dan politik ulama. Ulama politik adalah ulama yang ikut arus politik, ke mana saja ikut terbawa. Sementara politik ulama mengikuti etika akhlaqul karimah, politik yang bermartabat.
Ia menuturkan, dirinya ingin menjadi sosok yang sesuai dengan istilah kedua. "(Politik ulama) Itu untuk menjaga bangsa dan negara," ujarnya dalam wawancara khusus dengan Tempo di kediamannya, Jalan Situbondo Nomor 12, Jakarta pada Jumat pekan lalu.
Baca: Strategi Dongkrak Suara Jokowi - Ma'ruf di Daerah Rawan Kalah
Hal yang sama juga diungkapkan salah seorang putra Ma'ruf Amin, Ahmad Syauqi. Pria yang akrab disapa Gus Syauqi itu menggunakan istilah yang berbeda dengan makna yang sama, yakni kiai politik dan politik kiai.
"Abah itu bukan kiai politik tapi menjalankan politik kiai. Artinya, tetap dengan pandangan-pandangan kiai di tengah pusaran politik," ujar Gus Syauqi kepada Tempo di bilangan Menteng pada Sabtu malam, 15 Desember 2018.
Syauqi bersama tim yang dia bentuk, Markas Terpadu Champion 19 Poros Nyata Laskar Kiai Ma'ruf Amin (Master C19 Portal KMA), bertekad menjaga agar politik ulama ini tetap terjaga dalam upaya memenangkan kontestasi pemilihan presiden 2019. Tim itu beranggotakan santri dan ulama.