TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang bulan ketiga masa kampanye, calon wakil presiden Sandiaga Uno menggiatkan safari politiknya ke dua provinsi besar di Pulau Jawa, yakni Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sandiaga mengatakan dua wilayah ini memiliki jumlah daftar pemilih besar, khususnya kelompok Nahdlatul Ulama.
"Kami kerja keras, terus turun," kata Sandiaga saat ditemui seusai menghadiri acara dialog bersama Gerakan Milenial Indonesia (GMI) di Warung Upnormal, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu, 28 November 2018. Kelompok NU memang tengah menjadi sasaran kubu Badan Pemenangan Nasional.
Baca: Prabowo Menerima Dukungan dari PPP Versi Muktamar Jakarta
Dalam survei yang dirilis Media Survei Nasional (Median) pada 27 November 2018, Prabowo kalah suara dengan pasangan calon presiden Jokowi-Ma'ruf. Jokowi mampu menjaring suara NU sebesar 47,6 persen. Sedangkan massa NU pendukung Prabowo sebesar 36,4 persen.
Meski berselisih lebih-kurang 11 persen, Sandiaga mengklaim angka itu menunjukkan tren positif. Hasil survei tim internal mereka menyatakan dukungan untuk pasangan calon nomor urut 02 itu terus bertambah. Angkanya kian mendekati pasangan Jokowi-Ma'ruf.
Sandiaga tak membeberkan angka pasti lonjakan elektabilitas yang mereka raih dari data survei internal itu. Namun Juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade mengisyaratkan angka tren lonjakan dukungan tersebut berasal dari kelompok NU kelas akar rumput dan kultural.
Baca: Batal Diundang ke Muktamar Pemuda Muhammadiyah, Ini Kata Prabowo
"Ini karena Prabowo-Sandiaga terus pakai metode ketuk pintu ke Jawa Timur dan Jawa Tengah," kata Andre pada Rabu pagi, 28 November 2018, kepada Tempo.
Meski demikian, BPN tak mau terlalu tebang pilih menjaring dukungan. Juru bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Faldo Maldini, membenarkan mereka tengah meraup suara dari anggota kelompok-kelompok masyarakat. Namun ia enggan mengkotak-kotakkannya dalam kantong-kantong dukungan.
"Kami enggak mau membeda-bedakan dukungan. Kami enggak mau pemilihan presiden kali ini terpecah suara antara NU dan Muhammadiyah," kata Faldo. Ia mengatakan kontestasi pilpres bukan momentum untuk memisahkan Muhammadiyah dan NU. Melainkan, menarasikan program yang bisa diterima semua organisasi massa, termasuk dua kelompok berbasis agama Islam itu.
Baca: Survei: Jokowi Unggul di Kalangan NU, Prabowo di Muhammadiyah