TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi - Ma'ruf, Erick Thohir mengatakan koalisinya siap untuk adu rekam jejak antara pasangan calon Jokowi-Ma'ruf Amin dengan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam pilpres 2019.
"Kalau bicara track record, gampang. Dimulai dari 1998, semua sudah kelihatan," kata Erick Thohir di bilangan Kuningan, Jakarta pada Selasa, 27 November 2018.
Baca: Survei: Jokowi Unggul di Kalangan NU, Prabowo di Muhammadiyah
Namun, Erick tidak menyebutkan secara gamblang ihwal cerita yang dimaksud pada 1998 tersebut. "Kita lihat di Google saja tentang cerita-cerita dulu, semua kelihatan. Itu fakta," ujarnya.
Adapun selama ini, Prabowo selalu disangkutkan dengan kasus penculikan 1998. Pada pilpres 2014 lalu, isu tersebut juga beredar dan menjelang pilpres 2019 saat ini, isu yang sama kembali muncul. Bahkan, Surat Dewan Kehormatan Perwira (DKP) terkait pemberhentian Letnan Jenderal Prabowo Subianto pada tahun 1998 juga tersebar di sosial media.
Isu itu semakin kencang ketika Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi membenarkan substansi surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang beredar luas di sosial media, dalam sebuah acara wawancara di salah satu stasiun televisi swasta pada 2014 silam. Saat itu, Fachrul juga mengungkit bahwa Prabowo kurang pantas menjadi RI-1 karena rekam jejak mantan Danjen Kopassus itu di militer.
Baca: Survei Median: Prabowo Unggul di Kalangan Pengguna Media Sosial
Menjelang pilpres 2019 ini, Fachrul mengaku bahwa dirinya tidak akan mengungkit hal serupa kepada publik. "Dulu bapak pernah sampaikan itu sekali saja. Setelah itu enggak pernah lagi. Kalau kemudian orang mengulang-ulang lagi, selama tidak dilarang KPU, ya silakan saja," ujar Ketua Tim Bravo-5 itu, (Tim purnawirawan pemenangan Jokowi) kepada Tempo, Selasa dua pekan lalu.
DKP adalah dewan yang dibentuk untuk menyelidiki kasus penculikan aktivis 1998 yang saat itu dipimpin oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal (Purn) Subagyo HS, yang kini juga merapat ke kubu Jokowi. Surat keputusan DKP dibuat pada 21 Agustus 1998. Dalam empat lembar surat itu tertulis pertimbangan atas berbagai pelanggaran yang dilakukan Prabowo. Tindakan Prabowo disebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI AD, ABRI, bangsa, dan negara.
Saat itu, Fachrul menjabat Wakil Ketua DKP yang ikut menandatangani surat keputusan itu. Awalnya, kasus ini akan dibawa ke Mahkamah Militer, namun atas kesepakatan bersama akhirnya diselesaikan melalui DKP dan berujung pada pemecatan Prabowo dari kesatuan TNI. Prabowo dalam laporan DKP dipastikan mengetahui persis operasi penculikan yang dilakukan oleh anggota Kopassus yang tergabung dalam Tim Mawar.
Berkaitan dengan keterlibatan Prabowo dalam kasus penculikan aktivis 1998, Gerindra berulang kali membantahnya. Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan Prabowo tidak ada kaitannya dengan peristiwa itu. Hal tersebut disampaikan saat Prabowo menjenguk ibunda Elang Mulia Lesmana, salah satu korban tragedi Trisakti 1998.
Baca: Cekcok Beda Capres, Jubir Prabowo: Debat Boleh, Berkelahi Jangan