TEMPO.CO, Jakarta - Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, menyebut koalisi partai pendukung calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto sebagai koalisi ganjil.
"Saya enggak ngerti kenapa nyaris tidak ada beda platform tawaran kebijakan dua kubu. Mungkin dugaan saya karena koalisinya aneh. Koalisi ini koalisi ganjil," kata Hamdi dalam diskusi Populi Center, Jakarta, Kamis, 15 November 2018.
Baca: Beda Gaya Komunikasi Politik Jokowi dan Prabowo versi Pengamat
Hamdi mengatakan visi misi para calon presiden 2019 hampir tidak ada bedanya. Tawaran alternatif kebijakan pun, kata dia, hanya berbeda sedikit. Sehingga, yang membedakan calon presiden nomor urut 01 dan 02 hanya lah faktor personal.
"So, apa yang dipegang pemilih? Apa yang dikerjakan kedua kubu? Akhirnya yang membedakan kedua kubu faktor orang lagi. Enggak enak demokrasi kita ini," kata Hamdi.
Jika perbedaannya faktor personal, maka Hamdi mengaku khawatir pemilihan presiden akan diwarnai dengan delegitimasi. Masing-masing kubu bisa saja saling menyerang faktor yang bersifat personal.
Baca: Struktur Tim Pemenangan Jokowi dan Prabowo Dibentuk hingga Desa
Menurut Hamdi, hampir serupanya visi misi para calon presiden disebabkan komposisi partai pendukung pada koalisi. Semestinya, kata Hamdi, PDI Perjuangan (partai pengusung Jokowi) bisa satu kubu dengan Gerindra (partai pengusung Prabowo).
Ia menilai platform ideologi kedua partai tersebut serupa. Karena itu, kata Hamdi, tidak heran jika para calon presiden merumuskan program yang sama. "Harusnya Gerindra berantem sama PKS. Gerindra itu dekat dengan PDIP secara ideologis. Ini malah sama PKS. Jadi karena tidak ada beda ideologi bagaimana anda berharap ada beda program," kata dia.
Berikut visi misi yang disampaikan para pasangan calon presiden dan wakil presiden 2019 ke Komisi Pemilihan Umum.