TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai pernyataan seputar politik genderuwo yang diceploskan Calon Presiden inkumben Joko Widodo atau Jokowi serta tampang Boyolali yang dilontarkan Prabowo Subianto tidak substantif. Ray Rangkuti menyebut pernyataan itu sebagai kampanye nyinyirisme.
Baca: Soal Politik Genderuwo, Timses: Jokowi Pancing Mereka Keluar
"Ruang politik sudah terlalu banyak diisi oleh kampanye nyinyirisme. Semuanya perlu kembali ke kampanye substantif," kata Rangkuti kepada Tempo pada Ahad, 11 November 2018.
Dalam situasi di mana hampir semua tindakan dan ucapan para capres dipermasalahkan, kata Rangkuti, ungkapan-ungkapan tersebut akan kembali menghangatkan suasana politik. "Akhirnya, publik hanya ribut soal ungkapan yang sebenarnya tidak perlu. Dan wajah kampanye hanya seperti bertarung mengungkapkan ungkapan yang saling menyindir, belum masuk ke soal-soal substantif," kata dia.
Ray Rangkuti mengatakan seharusnya Jokowi tidak perlu menanggapi nyinyiran atau kritik dengan balas menyindir. Menurut dia, Jokowi seharusnya fokus melaksanakan tugasnya sebagai presiden. Dengan cara seperti ini justru jauh lebih efektif membuat elektabilitasnya naik dari pada sibuk dengan urusan ungkapan yang sekalipun tepat, tapi istilah-istilah yang dipakai akan potensial jadi perdebatan.
"Pada masyarakat yang literasinya masih berkutat pada simbol, kulit dan permukaan, pesan dari simbol tersebut justru terlupakan," ujar dia.
Simak: Soal Politik Genderuwo, Rizal Ramli: Bahasa Jokowi Jadi Aneh
Oleh karena itu, Ray Rangkuti meminta seluruh elemen mendorong agar kedua pasangan capres dan timnya kembali ke cara berkampanye substantif. Memperdebatkan segala sesuatu yang berhubungan dengan hajat publik dan mengungkapkan tentang hal yang berhubungan dengan masa depan Indonesia, khususnya lima tahun ke depan. Bukan membicarakan politik genderuwo, sontoloyo, atau tampang Boyolali.