Tahun ini target saya 7 juta sertifikat harus keluar dari kantor BPN. Tahun depan targetnya 9 juta sertifikat harus keluar.
Untuk apa? Supaya masyarakat pegang tanda bukti hak hukum atas tanah yang dimiliki. Jangan sampai kebanyakan sengketa sana, sengketa sini. Kalau sudah sengketa tanah sengketa lahan mudah.
Banyak yang nangis-nangis ke saya masalah sengketa lahan, tapi saya enggak bisa apa-apa. Apalagi sudah masuk pengadilan. Enggak bisa yang namanya presiden itu intervensi, gak bisa.
Yang kedua, saya titip kalau sudah dapat sertifikat tolong diberi plastik seperti ini. Supaya kalau gentengnya bocor, kehujanan, enggak rusak. Yang kedua tolong difotokopi. Kalau yang asli mungkin hilang, masih punya fotokopinya bisa ngurus ke kantor BPN lagi. Setuju?
Yang ketiga, ini biasanya kalau sudah pegang sertifikat pinginnya disekolahkan. Enggak apa, dipakai untuk jaminan di bank. Dipakai untuk agunan ke bank juga enggak apa. Tetapi saya pesan agar sebelum pinjam ke bank itu dihitung dulu, dikalkulasi dulu bisa ngangsur apa tidak. Kalau kira-kira tidak bisa ngangsur enggak usah pinjam ke bank. Jangan pinjam ke bank.
Baca kelanjutannya: Jokowi mulai menyinggung soal Politik Genderuwo
Yang terakhir, bapak/Ibu sekalian, saya ingin mengingatkan kepada kita semua bahwa bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang besar. Penduduk kita sekarang sudah 263 juta. Kita ini dianugerahi oleh Allah SWT perbedaan-perbedaan, warna-warni, beda suku, beda agama, beda adat, beda tradisi, beda bahasa daerah, beda semua.
Kita memiliki 714 suku, banyak sekali suku di Indonesia dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Pulau Rote. Bahasa daerahnya beda-beda, ada 1.100 lebih bahasa daerah kita.
Saya titip, aset terbesar bangsa ini, modal terbesar bangsa ini adalah persatuan, persaudaraan, kerukunan. Oleh sebab itu jangan sampai karena pilihan bupati, gubernur, presiden ada yang tidak saling sapa dengan tetangga. Ada yang tidak saling sapa antarkampung, antardesa, tidak rukun antarkampung. Jangan sampai terjadi seperti itu di Kabupaten Tegal, di Provinsi Jawa Tengah. Setuju?
Di Majelis Taklim ada yang berbeda pilihan enggak saling ngomong. Enggak boleh seperti itu. Kita harus menjaga ukhuwah Islamiah, ukhuwah wathaniah kita. Kita ini semua adalah saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Jangan sampai tidak rukun, tidak bersatu, menjadi pecah gara-gara pilihan presiden, gubernur, bupati. Jangan sampai rugi besar kita ini. Karena pas setiap lima tahun itu ada pilihan bupati, gubernur, presiden, wali kota ada terus. Jangan sampai seperti itu.
Apalagi sekarang ini banyak politikus yang pandai mempengaruhi. Yang tidak pakai etika politik yang baik. Tidak pakai sopan santun politik yang baik. Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, kekhawatiran. Setelah takut yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Masyarakat menjadi.. memang digiring untuk ke sana. Dan yang ketiga menjadi ragu-ragu masyarakat, benar enggak ya benar enggak ya?
Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masak masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Enggak benar kan? itu sering saya sampaikan itu namanya politik genderuwo, genderuwo, nakut-nakuti.
Jangan sampai seperti itu. Masyarakat ini senang-senang saja kok ditakut-takuti. Iya tidak? Masyarakat senang-senang kok diberi propaganda ketakutan. Berbahaya sekali. Jangan sampai propaganda ketakutan menciptakan suasana ketidakpastian, menciptakan munculnya keragu-raguan.
Ikuti berita terbaru seputar Jokowi dan politikus Genderuwo di Tempo.co