TEMPO.CO, Jakarta - Calon wakil presiden nomor urut 01, Ma'ruf Amin, mengaku bersyukur Yusril Ihza Mahendra menjadi pengacara calon presiden dan calon wakil presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Ma'ruf Amin di pemilihan presiden 2019. Ia pun tak mempersoalkan rekam jejak Yusril Ihza Mahendra yang pernah menjadi pengacara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi yang sudah dicabut badan hukumnya oleh pemerintah.
Baca: Tak Masuk Struktur TKN Jokowi, Yusril: Saya Pengacara Profesional
Menurut Ma'ruf, jika Yusril sudah merapat ke koalisinya, itu berarti Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu sudah tidak sehaluan dengan HTI. "Artinya (Yusril) berarti sudah tidak sejalan lagi dengan mereka (HTI)," ujar Ma'ruf di kediamannya, Jalan Situbondo nomor 12, Jakarta pada Selasa, 6 November 2018.
Yusril resmi mengumumkan diri menjadi pengacara Jokowi-Ma'ruf pada Senin, 5 November 2018. Dalam perjalanan kariernya selama ini, Yusril berada di mana saja, baik itu di kubu PDI Perjuangan ataupun membantu Prabowo Subianto, rival Jokowi di pilpres 2014. Yusril pun tercatat menjadi kuasa hukum dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Lewat Kementerian Hukum dan HAM, pemerintahan Jokowi membubarkan HTI menggunakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 alias Perpu Ormas.
Baca: Yusril Ihza Mahendra Jadi Pengacara Jokowi, Ini Respons PBB
Yusril juga kerap melancarkan kritik keras kepada pemerintah, tak terkecuali Jokowi. Misalnya sebulan setelah Jokowi dilantik menjadi presiden, Yusril langsung mengkritik tiga kartu bantuan sosial yang diterbitkan mantan Wali Kota Solo itu. Ketiganya yaitu Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sejahtera.
Melalui akun Twitter @Yusrilihza_Mhd, dia menyatakan perlunya landasan hukum yang jelas dalam menerbitkan sebuah kebijakan. "Cara mengelola negara tidak sama dengan mengelola rumah tangga atau warung," cuit Yusril, Kamis, 6 November 2014.
Yusril menyatakan, dalam konsep pengelolaan rumah tangga atau warung, hal-hal yang terlintas dalam pikiran dapat langsung diwujudkan dalam tindakan. Hal ini berbeda dengan kebijakan pemerintahan yang harus memiliki landasan hukum. Toh
demikian, kebijakan tiga kartu itu tetap dilanjutkan Jokowi sampai saat ini.