TEMPO.CO, Jakarta - Calon wakil presiden nomor urut 01, Ma’ruf Amin berkelakar saat membuka Seri Kuliah Umum Pemimpin Indonesia S. Rajaratnam School of Internasional Studies – Nanyang Technological University (Public Lecture Indonesian Leaders Series RSiS-NTU) di Hotel Marina Mandarin, Singapura pada Rabu, 17 Oktober 2018.
Baca: Ma'ruf Amin Bicara soal Islam Moderat di Singapura
Ma'ruf menyebut, dirinya adalah pemakalah pertama yang memakai sarung dalam acara Kuliah Umum S. Rajaratnam School of Internasional Studies. Ma'ruf menceritakan, sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan juga Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, sarung adalah pakaian ulama Indonesia.
Ma'ruf menuturkan, calon presiden inkumben Joko Widodo atau Jokowi juga tidak meminta dia mengganti kostum dan tetap tampil sebagai ulama. "Karena itu, saya di mana pun, sepanjang tidak dilarang, saya akan memakai sarung, walaupun saya juga punya celana," ujar Ma'ruf sambil tertawa.
Seri kuliah umum itu, dihadiri tak kurang dari 150 peserta terdaftar. Beberapa tokoh Indonesia hadir dalam forum tersebut. Di antaranya, mantan Gubernur Sumsel, Alex Noerdin dan mantan Gubernur BI, Soedrajad Djiwandono. Peserta bukan hanya dari kalangan akademisi dan peneliti, tapi juga tampak ada peserta dari pimpinan beberapa bank, pelaku bisnis, Kamar Dagang Singapura, pimpinan beberapa perusahaan multinasional, dan sebagainya.
Baca: Ma'ruf Amin: ASEAN Tak Boleh Tergantung Amerika dan Cina
Dalam makalah yang diberi judul, “Rekonsolidasi Wasathiyah Islam:
Promosi Islam “Jalan Ketiga” dan Arus Baru Ekonomi Berkeadilan,” sebagai modifikasi dari judul perminatan RSiS-NTU yang bertema, “The Emergency od Wasathiyah Islam: Promoting “Middle-Way” Islam and Sosio-Economic Equality in Indonesia”, Ma'ruf ingin menyampaikan bahwa Islam Moderat adalah paham yang sudah lama dianut mayoritas muslim Indonesia.
Menurut Ma'ruf, hal itu perlu diperteguh kembali karena banyak ancaman ekstremitas kiri-kanan yang dapat berimbas pada angancam konsensus nasional dalam bernegara, yakni Pancasila, UUD 1945, dan NKRI. "Peneguhan kembali konsensus nasional itu melalui rekonsolidasi Islam Wasathiyah, juga harus ditopeng Ekonomi Berkeadilan sebagai arus baru ekonomi Indonesia," ujar Ma'ruf.