TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Rully Akbar mengatakan hoax penganiayaan yang disebarkan aktivis Ratna Sarumpaet berpotensi untuk menurunkan elektabilitas Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam pemilihan presiden 2019.
"Namun sekarang angkanya belum bisa diketahui," kata Rully saat konferensi pers di kantor LSI, Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis, 4 Oktober 2018.
Baca: Imigrasi: Ratna Sarumpaet Telah Dicegah ke Luar Negeri
Meski demikian, potensi penurunan elektabilitas ini diprediksi tidak terlalu besar. Sebab menurut Rully, rata-rata pemilih Prabowo dan Sandiaga merupakan pemilih yang loyal. "Paling yang berubah adalah pemilih di level swing voter (pemilih mengambang)," kata dia.
Saat ini, Rully mengatakan angka pemilih mengambang berkisar 30 persen. Dalam waktu 5 bulan sampai masa kampanye berakhir pada April nanti, Prabowo dan Sandiaga masih punya kesempatan untuk mengembalikan kepercayaan publik. Caranya dengan melancarkan sejumlah taktik. "Misalnya mengkotakkan masalah ini sampai level personal, bukan tim," ujarnya.
Baca: Polisi Ungkap Alasan Penangkapan Ratna Sarumpaet di Bandara
Maksudnya, kata Rully, persoalan Ratna tidak sampai dibawa berlarut-larut dalam perbincangan tim pemenangan. Ia mengatakan sebaiknya kubu Prabowo berfokus menyusun strategi lainnya.
Selanjutnya, kata Rully, tim Prabowo perlu melancarkan program-program yang telah dirancang. Program yang menarik dalam waktu 5 bulan, menurut dia, bisa jadi bakal mengobati kekecewaan publik terhadap peristiwa penyebaran hoax tersebut.
Rully memprediksi kicauan publik tentang Ratna akan berlangsung dalam satu bulan ini. "Dan sekarang-sekarang ini pasti ada penurunan dukungan. Namun kalau Prabowo fokus pada kegiatan, itu akan berbalik," kata dia.