TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, mengimbau kepada para elite politik memberikan contoh kampanye politik yang baik ke masyarakat. Menurut dia, para elite politik sebaiknya menghindari kampanye yang tak substansial.
Baca juga: Kata Bawaslu Soal Iklan Jokowi di Bioskop
"Harus dicontohkan juga oleh para elite politik, elite harus jaga Twitter dan Facebook-nya agar enggak macam-macam," ujar Bagja di kantor Bawaslu, Senin, 24 September 2018.
Bagja mengingatkan kampante dengan bahasa yang menyerang terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di media sosial, dapat menimbulkan eskalasi emosi di tingkat masyarakat. Ia juga mengingatkan masyarakat untuk bijak, tak menggunakan bahasa yang menimbulkan kekisruhan serta fitnah-fitnah.
Bagja menuturkan, sejauh ini Bawaslu telah menemukan beberapa hal yang masuk dalam kecenderungan kampanye negatif, seperti menghina burung cawapres Ma'ruf Amin yang tak terbang saat deklarasi kampanye damai yang beredar terus di grup Whatapps. "Itu kan tidak penting banget loh. Kemudian Pak Sandi soal meme ciluk baaa, sebaiknya dihindari," ucapnya.
Baca: Bawaslu Awasi Kepala Daerah yang Ikut Kampanye Pilpres 2019
Bagja menilai, meski belum masuk ke kampanye hitam atau hoaks, hal tersebut telah masuk ke ranah kampanye negatif. Kampanye negatif seperti ini, kata dia, masuk ke dalam ranah etika dalam pemilu. "Tapi kalau udah black campaign, nanti sudah masuk pidana pemilu," tuturnya.
Meski demikian, Bagja menambahkan Bawaslu hanya berwenang dalam ranah etik untuk mengingatkan dalam penggunaan kampanye negatif. Bawaslu hanya menganjurkan agar peserta pemilu, paslon, dan tim kampanye dapat mendidik kader parpol, relawan, dan konstituennya. "Itu kan tugas parpol sebenarnya," katanya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi membuka masa kampanye pada 23 September lalu. Pembukaan masa kampanye ini ditandai dengan deklarasi kampanye damai peserta pemilu yang digelar di Monas. Masa kampanye akan berlangsung kurang lebih tujuh bulan hingga 13 April 2019.