TEMPO.CO, Jakarta-Pakar branding milenial, Yuswohady, mengatakan generasi milineal merupakan generasi yang hobi bersenang-senang. Milineal adalah sebutan untuk mereka yang berusia di bawah 40 tahun.
"Mereka saya sebut sebagai generasi happy-happy. Mereka lebih suka nonton konser, ke cafe," kata Yuswohady di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat pada Sabtu, 15 September 2018.
Baca: Pengamat: Gaet Suara Generasi Milenial, Capres Harus Lakukan Ini
Menurut Yuswohady pemilih di usia tersebut cenderung apatis dan tidak terlalu suka membahas politik. "Pokoknya mikirin diri sendiri saja. Boro-boro Presiden Joko Widodo bangun infrastruktur, enggak peduli dia," kata Yuswohady.
Meski begitu populasi pemilih milineal mencapai 30 persen dari total pemilih, sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden berebut suara mereka. Cara mendekati pemilih milineal, kata Yuswohady, harus dengan bahasa mereka, bukan bahasa politik.
Kaum milenial, kata Yuswohady, cenderung menyukai isu yang kekinian, seperti wirausaha atau industri berbasis digital dan teknologi. "Mereka lebih senang diskusi tentang bagaimana membangun kedai kopi, atau usaha startup. Bukan isu pembangunan ekonomi atau yang berat-berat," ucapnya.
Simak: Survei IPW: Generasi Milenial Lebih Pilih Kos ketimbang Apartemen
Namun karakteristik itu lebih banyak ditemui dalam diri pemilih di perkotaan. Sedangkan pemilih muda di perdesaan memiliki karakteristik dan isu yang berbeda. Salah satunya adalah lapangan pekerjaan.
Di sisi lain, menurut peneliti Lingkaran Survei Indonesia atau LSI Adjie Alfarabie, strategi untuk meraup suara mereka dengan menyajikan isu dengan data dan sesuai fakta. Sebab, tokoh politik tak akan bertahan lama kecuali jika pasangan itu memiliki gagasan atau ide yang menarik perhatian milenial. "Ini jadi poin artinya capres harus melihat ini sebagai isu pertama kalau mau berebut simpati milenial karena aspek tokoh tidak ada bertahan lama," kata Adjie.