TEMPO.CO, Jakarta - Tagar-tagar bermuatan kampanye politik di media sosial tidak akan masif menggoyahkan pilihan pemilih mengambang dan generasi milenial dalam pemilihan presiden 2019. “Pemilih mengambang rata-rata tergolong pemilih yang rasional,” kata Direktur Eksekutif Indonesia New Media Watch Agus Sudibyo seusai diskusi Polemik Tagar di Tjikini Lima, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu, 12 September 2018.
Sedangkan milenial adalah pemilih yang kritis, yang akan memantapkan pilihannya dengan membuka banyak referensi.
Baca:
Tim Kampanye Jokowi - Ma'ruf: #2019GantiPresiden Tak Mendidik ...
Kubu Jokowi - Ma'ruf Segera Rampungkan Tim Kampanye Daerah ...
Menurut Agus, tagar hanya bakal membuat suasana kampanye di dunia maya lebih riuh. Ia tak khawatir ada pertarungan ramai soal tagar di media sosial, baik dari kubu pendukung calon presiden inkumben Jokowi - Ma'ruf Amin maupun dari kubu pendukung oposisi Prabowo - Sandiaga Uno.
Karakter pemilih mengambang dan milenial yang rasional ini biasanya akan membaca tagar dan isu-isu hoax, tapi mereka tak berhasrat menggunakannya sebagai referensi tunggal. Namun milenial akan lebih reaktif membuka macam-macam media, mulai media sosial hingga media televisi, koran, dan portal berita. Pemilih dalam kategori itu juga akan memilih calon berbasis fakta data yang ditampilkan di media.
Baca: Kepala Daerah Pro Jokowi - Ma'ruf Tidak Boleh ...
Meski begitu, bukan berarti pilihan pemilih mengambang tak bisa digoyahkan oleh kampanye. Agus mengatakan karakter pemilih yang rasional justru dapat dibelokkan dengan isu-isu yang menyangkut sentimen primordial. Hal itu terbukti terjadi saat pemilihan presiden Amerika Serikat, yang mempertarungkan Donald Trump dan Hillary Clinton.
"Lihat bagaimana Amerika yang sangat rasional itu dipecah-belah karena sentimen primordial dinaikkan di media masa," ucap Agus. Hal itu juga terbukti terjadi sewaktu pilkada DKI, beberapa waktu lalu.