TEMPO.CO, Jakarta - Survei Lembaga survei Y-Publica pada 13-23 Agustus 2018 menyatakan pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin unggul dalam kategori pemilih berdasarkan jenis kelamin. Pasangan ini mendapatkan suara 51,2 persen dari pemilih perempuan, sedangkan pasangan Prabowo – Sandiaga Uno mendapatkan 35,9 persen.
Untuk pemilih laki-laki pasangan Jokowi- Ma’ruf juga unggul 50,5 persen dibanding Prabowo – Sandiaga dengan persentase 29,8 persen. “Elektabilitas pasangan Jokowi - Ma'ruf Amin hampir dua kali lipat dari Prabowo - Sandiaga," kata Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono di Bakoel Coffee, Jakarta, Senin, 3 September 2018.
Baca: Jokowi: Satu Ditambah Satu Ditambah Satu Ditambah Satu Berapa?
Elektabilitas Jokowi - Ma'ruf mencapai 52,7 persen, adapun Prabowo - Sandiaga hanya 28,6 persen. Sebanyak 18,7 persen responden menyatakan belum memutuskan pilihan mereka di pemilu presiden 2019.
Survei Y-Publica menggunakan metode kuantitatif dengan 1.200 responden yang dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling). Mereka mewakili 120 desa dari 34 provinsi di Indonesia.
Baca: Pengadangan #2019GantiPresiden, Jokowi: Demokrasi Ada Batasnya
Survei dilakukan melalui wawancara tatap muka. Responden terpilih disurvei menggunakan kuisioner. Pengambilan data dilakukan pada 13-23 Agustus 2018. Margin of error survei ini sebesar 2,98 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Dalam kategori pemilih berdasarkan agama, Jokowi - Ma’ruf juga mengungguli Prabowo - Sandiaga. Untuk kategori pemilih muslim, kata Rudi, sebanyak 54,6 persen di antaranya mendukung Jokowi - Ma'ruf, sedangkan Prabowo-Sandiaga didukung 29,3 persen responden.
Simak: Pelukan di Final Pencak Silat, Jokowi: Terima ...
Untuk pemilih non-muslim, persentase pasangan jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandiaga terpaut 10 persen, meski Jokowi - Ma’ruf yang unggul dengan persentase 49,2 persen. Namun, Prabowo-Sandiaga mengalami peningkatan elektabilitas menjadi sebesar 39,7 persen.
Rudi memperkirakan penurunan dukungan dari pemilih non-Islam karena Ma'ruf Amin dinilai konservatif dan cenderung sektarian. Salah satunya menyarankan umat Islam untuk tidak mengucapkan selamat Natal serta sikapnya terhadap kasus mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.